Senin, 21 Oktober 2013

BPH



BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)


A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.      DEFENISI
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan cara menutupi orifisium uretra (Smeltzer, 2002).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doengus, 2000)

2.      ETIOLOGI
  Penyebab yang pasti dari benigna prostat hyperplasia sampai sekarang belum  diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
     Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel  dan
     stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4). Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5). Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

3.      MANIFESTASI KLINIK
           Berdasarkan gradenya, terbagi menjadi 4 grade yaitu :
1.      Pada grade 1 (congestic)
1.   Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah kemih dan mulai  mengedan.
2.  Kalau miksi merasa puas.
3.    Urine keluar menetes dan pancaran lemah.
4.   Nocturia
5.   Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.   Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
7.   Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium uretra interna. Lambat
   laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi perdarahan (blooding)

2.      Pada grade 2 (residual)
1.      Bila miksi terasa panas.
2.      Dysuri nocturi bertambah berat.
3.      Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
4.      Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
5.      Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
6.      Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).


3.      Pada grade 3 (retensi urine)
1.      Ischuria paradosal.
2.   Incontinensia paradosal.

4.      Pada grade 4
1.      Kandung kemih penuh.
2.      Penderita merasa kesakitan.
3.      Air kemih menetes secara periodik yang disebut over flow incontinensia.
4.         Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
5.         Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan panas tinggi sekitar 40-41°C.
6.         Selanjutnya penderita bisa koma.

Menurut Mansjoer ( 2000) gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
1.      Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan   
       mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor kandung kemih
       memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal
      guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2.      Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
      karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan
       intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3.      Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4.      Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor   
      memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
5.      Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.


2. Gejala Iritasi yaitu :
1.      Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2.      Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
      pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
3.      Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.


4.      ANATOMI  FISIOLOGI
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna. Prostat mengekskresikan cairannya ke dalam uretra pada saat ejakulasi, cairan prostat ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki uretra pars prostatika dari vas deferens.

Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari, terletak di bawah kandung kemih. Normal berat prostat pada orang dewasa diperkirakan 20 gram.
          Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi prostat, yaitu:
1.    Rectal grading
Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan kandung kemih kosong. Sebab bila kandung kemih penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
1.         0 – 1 cm……….: Grade 0
2.         1 – 2 cm……….: Grade 1
3.         2 – 3 cm……….: Grade 2
4.         3 – 4 cm……….: Grade 3
5.         Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Uretral Resection) Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.

2.Klinikal grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
1.         Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
2.         Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1
3.         Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2
4.         Sisa urine >150 cc………………… Grade 3
5.         Sama sekali tidak bisa kemih…… Grade 4

3.         Intra uretra grading.
       Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen uretra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.

5.      PATOFISIOLOGI
BPH terjadi pada usia lanjut dimana terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (kandung kemih balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine.

Pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency, disuria).

Karena produksi urine terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urine, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urine dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan sehingga timbul keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urine dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis.

Efek yang dapat terjadi akibat hypertropi prostat:
1.      Terhadap uretra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan uretra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.

2.      Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut. Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe. Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya batu-batu di kandung kemih.

3.      Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan uretra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.

4.      Terhadap sex organ
                 Mula-mula libido meningkat, tetapi akhirnya libido menurun.

6.      PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Modalitas  terapi  BPH  adalah :
a.     Observasi
     Yaitu  pengawasan  berkala  setiap  3 – 6   bulan  kemudian   
     setiap  tahun  tergantung  keadaan  pasien.
b.     Medikamentosa
 Terapi  ini  diindikasikan  pada  BPH  dengan  keluhan  ringan,  sedang,  dan  berat  tanpa  disertai  penyulit. Obat  yang  digunakan    berasal    dari:   phitoterapi   (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens,  dll),  gelombang  alfa  blocker  dan  golongan   supresor   androgen.
c.    Pembedahan
      Indikasi  pembedahan  pada  BPH  adalah :
a)      Pasien  yang  mengalami  retensi  urine  akut  atau  pernah  retensi  urine     
akut.
     b)   Pasien  dengan  residual  urine  >  100  ml.
     c)   Pasien  dengan  penyulit.
     d)   Terapi  medikamentosa  tidak  berhasil.
     e)   Flowmetri  menunjukkan  pola  obstruktif.

Pembedahan  dapat  dilakukan  dengan :
a)         TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat)
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Jaringan yang direseksi hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke dalam uretra. Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat untuk masa terhadap syok listrik dengan lempeng logam yang di beri pelumas di tempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus di buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter.

Setelah TURP di pasang catheter Foley tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml. Setelah balon catheter di kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar di pasang untuk memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologis atau larutan lain yang di pakai oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang menyumbat aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih. Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi. Setelah catheter di angkat pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.

b)    Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
       Pada prostatectomy retropubic dibuat insisi pada abdominal bawah tapi   kandung kemih tidak dibuka.
c).    Perianal Prostatectomy
       Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi dibuat diantara scrotum dan rectum.
d).   Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
Metode operasi terbuka,  reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat dari uretra lewat kandung kemih.
e).   Alternatif  lain  (misalnya:  Kriyoterapi,  Hipertermia,  Termoterapi,    Terapi  Ultrasonik.

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan  Laboratorium
·         Pemeriksaan  darah  lengkap,  faal  ginjal,  serum  elektrolit  dan  kadar 
      gula  digunakan  untuk  memperoleh  data  dasar  keadaan  umum  pasien.
·         Pemeriksaan  urine  lengkap  dan  kultur.
·         PSA  (Prostatik  Spesific  Antigen)  penting diperiksa  sebagai 
            kewaspadaan  adanya  keganasan.
2.      Pemeriksaan  Uroflowmetri
                  Salah  satu  gejala  dari  BPH  adalah  melemahnya  pancaran  urine.  Secara    
                  obyektif  pancaran  urine  dapat  diperiksa  dengan  uroflowmeter  dengan 
                  penilaian :
·         Flow  rate  maksimal  >  15 ml / dtk    =  non  obstruktif.
·            Flow  rate  maksimal 10 – 15  ml / dtk =  border  line.
·         Flow  rate  maksimal  <  10 ml / dtk    =  obstruktif.

3.      Pemeriksaan  Imaging  dan  Rontgenologik
·         BOF  (Buik  Overzich ) :Untuk  melihat  adanya  batu  dan  metastase   
             pada  tulang.
·         USG  (Ultrasonografi), digunakan  untuk  memeriksa  konsistensi,   
            volume  dan    besar  prostat  juga  keadaan  buli – buli  termasuk  residual 
 urine.  Pemeriksaan  dapat  dilakukan  secara  transrektal,  transuretral  dan supra  pubik.
·         IVP  (Pyelografi  Intravena)
                        Digunakan  untuk  melihat  fungsi  exkresi  ginjal  dan  adanya 
                        hidronefrosis.
·         Pemeriksaan  Panendoskop
                        Untuk    mengetahui   keadaan  uretra  dan  buli – buli.
4.      Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
                  Computed Tomography Scanning (CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini jarang dilakukan karena biayanya yang mahal.
5.    Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnese ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.

8.      KOMPLIKASI
a. Perdarahan
b.      Inkotinensia
c.       Batu kandung kemih
d.      Retensi urine
e.       Impotensi
f.       Epididimitis
g.      Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.      Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.        Hydronefrosis

9.      PROGNOSIS
Penanganan yang cepat akan mempercepat penyembuhan pasien namun sebaliknya, bila penanganan lambat dapat menimbulkan terjadinya komplikasi.

B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

1.         Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.

2.         Riwayat Kesehatan
 Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol,  minum kopi atau minum obat-obatan.

3.         Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.

4.         Pemeriksaan Fisik
·           Keadaan umum: bagaimana keadaan pasien yang menyebabkan dirawat. Dilakukan  pemeriksaan  tekanan  darah,  nadi  dan  suhu.  Nadi  dapat  meningkat  pada  keadaan  kesakitan  pada  retensi  urine  akut,  dehidrasi  sampai  syok  pada  retensi  urine  serta  urosepsis  sampai  syok – septik.

·           Kepala dan leher, apakah pasien mengeluh sakit kepala, penglihatan apakah ada masalah seperti kabur, penglihatan ganda, pakai kacamata atau tidak, apakah pernah operasi mata. Pendengaran apakah ada gangguan seperti nyeri, radang atau berdengung. Hidung apakah ada polip, epitaksis, sinus dan alergi. Tenggorokan dan mulut dilihat apakah ada caries, gigi palsu, gangguan bicara, gangguan menelan, dan apakah ada pembesaran kelenjar leher.
·           Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas. Pada perkusi apakah ada cairan atau massa, apakah ada ronchi, wheezing, krepitasi. Apakah ditemukan clubbing finger.
·           Sistem pencernaan, turgor kulit elatis atau tidak, bibir lembab atau tidak, mukosa adakah radang, warna kemerahan atau pucat. Kaji abdomen pada ke empat kuadran, auskultasi bising usus. Pemeriksaan  abdomen  juga dilakukan  dengan  tehnik  bimanual  untuk  mengetahui  adanya  hidronefrosis,  dan  pyelonefrosis.  Pada  daerah  supra  simfisis  pada  keadaan  retensi  akan  menonjol.  Saat  palpasi  terasa  adanya  ballotemen  dan  pasien  akan  terasa  ingin  miksi. Perkusi  dilakukan  untuk  mengetahui  ada  tidaknya  residual  urine. Rectal  touch / pemeriksaan  colok  dubur  bertujuan  untuk  menentukan  konsistensi  sistim  persarafan  unit  vesiko  uretra  dan  besarnya  prostat.  Dengan  rectal  toucher  dapat  diketahui  derajat  dari  BPH,  yaitu : derajat  I  beratnya  ±  20 gram, derajat  II  beratnya  antara  20 – 40  gram, derajat  III  beratnya  > 40  gram.
·           Sistem kardiovaskuler, observasi bentuk dada pasien, apakah ada sianosis, capillary refill time, apakah tampak atau teraba ictus cordis, pembesaran jantung, BJ I, BJ II, gallop, murmur.
·           Sistem persarafan, kaji bagaimana tingkat kesadaran, GCS, adanya kejang, kelumpuhan, adakah gangguan dalam mengatur gerak, reflex abnormal, kaji cranial nerves.
·           Sistem musculoskeletal, kaji adanya nyeri otot, reflex sendi, kekuatan otot, atropi, range of motion.
·           Sistem integumen, nilai warna, turgor, kelembaban dan kelainan dari kulit.
·           Sistem reproduksi, pada pria adakah pembesaran prostat. Pemeriksaan  skrotum  untuk  menentukan  adanya  epididimitis
·           Sistem perkemihan, nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya, kaji penis  dan  uretra  untuk  mendeteksi  kemungkinan  stenose  meatus,  striktur  uretra,  batu  uretra,  karsinoma  maupun  fimosis.

5.    Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak kesakitan, memegang bagian tubuh yang sakit,          kandung kemih teraba penuh, pada post operasi tampak adanya luka operasi, bising usus negative, ada terpasang kateter urine, urine berwarna kemerahan.
DS:  pasien mengatakan sakit saat  buang air kecil, setelah buang air kecil rasanya tidak lampias,, tidak bisa buang angin.


C.  ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
  1. Pre Operasi :
1.         Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat
2.         Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria
3.         Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan pascaobstruksi diuresis dari drainase yang cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
4.         Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah.
5.         Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, kurang akurat sumber informasi yang ada.

  1. Post Operasi :
1.         Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
2.         Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3.         Resiko tinggi  perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4.         Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TURP.
5.         Kurang pengetahuan: tentang TURP berhubungan dengan kurang informasi
6.         Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

INTERVENSI
            Pre Operasi
1.    Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat
     Tujuan: dapat berkemih dengan lancar, jumlah cukup dan tidak teraba distensi    kandung kemih
     Kriteria hasil: dapat menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml dengan tak adanya tetesan atau kelebihan aliran.
    Intervensi keperawatan        
a.    Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.  
     Rasional: meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada kandung
     kemih.
b.    Tanyakan pasien tentang inkontinensia urine
          Rasional: tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih   atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara tidak sadar.
c.     Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional: berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
d.   Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan penurunan jumlah urine dan perubahan berat jenis.
    Rasional:  retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal. Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu kemampuannya untuk memfilter dan mengkonsentrasikan substansi.
e.    Perkusi/palpasi area suprapubik
Rasional: distensi kandung kemih dapat dirasakan di ares suprapubik.
f.     Dorong masukan cairan sampai 3000ml sehari, dalam toleransi jantung bila diindikasikan.
Rasional: peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
g.    Awasi tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, perubahan mental. Timbang berat badan setiap hari, dan pertahankan pemasukan dan pengeluaran yang akurat.
     Rasional: kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik, dapat berlanjut ke penurunan ginjal total.
h.    Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
     Rasional: meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
i.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
·         Antispasmodik,
Rasional: menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.
·         Supositoria rectal
Rasional; supositoria diabsorbsi dengan mudah melalui mukosa ke dalam jaringan kandung kemih untuk menghasilkan relaksasi otot.
·         Antibiotik dan antibakteri
Rasional: diberikan untuk melawan infeksi, mungkin digunakan untuk propilaksis.
·         Kateterisasi untuk residu urine dan biarkan kateter tak menetap sesuai indikasi.
Rasional; mencegah retensi urine dan mengesampingkan adanya striktur uretral.
·         Irigasi kateter sesuai indikasi.
Rasional: mempengaruhi patensi atau aliran urine.
·         Monitor laboratorium seperti BUN, kreatinin, elektrolit.
Rasional: pembesaran prostat (obstruksi) secara nyata menyebabkan dilatasi saluran perkemihan atas (ureter dan ginjal) berpotensi merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.

  1. Nyeri (akut) berhubungan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal,
infeksi urinaria
Tujuan: nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil: pasien tampak rileks, dapat beristirahat

Intervensi Keperawatan:
a.       Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya nyeri.
Rasional: memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
b.      Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi diperlukan).
Rasional: mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
c.       Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Rasional: tirah baring mungkin diperlukan pada fase retensi akut, namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.
d.      Berikan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung, membantu melakukan posisi yang nyaman, mendorong menggunakan relaksasi atau nafas dalam, aktivitas terapeutik.
Rasional: meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
e.       Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.
Rasional: meningkatkan relaksasi otot.
f.       Kolaborasi dengan dokter untuk:
·         Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
Rasional: pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar.
·         Lakukan masase prostat.
Rasional: membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan inflamasi. Kontraindikasi bila infeksi terjadi.
·         Berikan obat narkotik seperti eperidin (Demerol).
Rasional: untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik
·         Berikan obat antibakteri, contoh metenamin hipurat (hiprex).
Rasional: menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius
·         Berikan antispasmodik dan sedatif  kandung kemih, contoh flavoksat (urispas), oksibutinin (ditropan).
Rasional: menghilangkan kepekaan kandung kemih

  1. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan pascaobstruksi diuresis dari drainase yang cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan: keseimbangan cairan dan elektrolit adekuat
Kriteria hasil: mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian kapiler baik, dan membran mukosa lembab.

Intervensi Keperawatan:
a.       Awasi haluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam.
Rasional: diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal.

b.      Dorong peningkatan masukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
Rasional: pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatic pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi atau hipovolemia.
c.       Awasi tekanan darah, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membrane mukosa oral.
Rasional: memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik.
d.      Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi.
Rasional: menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi.
e.       Kolaborasi dengan dokter untuk:
·         Pengawasan elektrolit, khususnya natrium.
Rasional: bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler, natrium dapat mengikuti perpindahan, menyebabkan hiponatremia.
·         Berikan cairan IV (garam hipertonik) sesuai kebutuhan.
Rasional: menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah atau memperbaiki hipovolemia.

  1. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah.
Tujuan: pasien tampak rileks
Kriteria hasil: pasien menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut, serta melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
Intervensi Keperawatan:
a.       Buat hubungan saling percaya dengan pasien/orang terdekat dan selalu hadir untuk pasien.
Rasional: menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu, membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.
b.      Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contoh kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
Rasional: membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.
c.       Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien, lindungi privasi pasien.
Rasional: menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.
d.      Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
Rasional: mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah.
e.       Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.
Rasional: memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberi informasi.

  1. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, kurang akurat sumber informasi yang ada.
Tujuan: pasien paham mengenai proses penyakit dan prognosis.
Kriteria hasil: pasien mampu mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala proses penyakit, melakukan perubahan pola hidup, berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi Keperawatan:
a.       Kaji ulang proses penyakit dan pengalaman pasien.
Rasional: memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
b.      Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.
Rasional: membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.
c.       Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual.
Rasional: mungkin merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan.
d.      Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat (terutama alkohol).
Rasional: dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih mengakibatkan episode retensi urinaria akut.
e.       Bicarakan masalah seksual, contoh bahwa selama episode akut prostatitis, koitus dihindari tetapi mungkin membantu dalam pengobatan kondisi kronis.
Rasional: aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode akut tetapi dapat memberikan suatu masase pada adanya penyakit kronis.
f.       Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual, dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah.
Rasional: memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan afek penampilan seksual.
g.      Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh urine keruh, berbau, penurunan haluaran urine, ketidakmampuan untuk berkemih, adanya demam atau menggigil.
Rasional: intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius.
h.      Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnosa.
Rasional: menurunkan resiko terapi yang tidak tepat, contoh penggunaan dekongestan, antikolinergik dan antidepresan meningkatkan retensi urine dan dapat mencetuskan episode akut.
i.        Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan sampai 1 tahun, termasuk pemeriksaan rektal dan urinealisa.
Rasional: hipertropi berulang dan atau infeksi tidak umum dan akan memerlukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi serius.


Post operasi
1)   Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
      Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang dan rileks, tanda – tanda vital dalam batas normal.
     Rencana tindakan :
  1. Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional: Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
  1. Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Rasional: Menentukan terdapatnya spasmus  sehingga obat – obatan bisa   diberikan
  1. Jelaskan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
Rasional:  Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
  1. Beri penyuluhan pada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional: Mengurang kemungkinan spasmus.
  1. Anjurkan pada pasien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TURP.
Rasional: Mengurangi tekanan pada luka insisi
  1. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
Rasional:  Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
  1. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
Rasional:  Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
  1. Observasi tanda – tanda vital
Rasional: Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
Rasional: Menghilangkan nyeri dan mencegah  spasmus kandung kemih.

2)   Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,     
      kateter, irigasi kandung kemih.
     Tujuan: Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
 Kriteria hasil: Pasien tidak mengalami infeksi, dapat mencapai waktu penyembuhan,       Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda syok.
     
      Rencana tindakan:
  1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
Rasional: Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
  1. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
Rasional:  Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
  1. Pertahankan posisi urobag dibawah.
Rasional: Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
  1. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda syok dan demam.
Rasional: Mencegah sebelum terjadi syok.
  1. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
Rasional:  Mengidentifikasi adanya infeksi.
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
Rasional: Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.

3)   Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
      Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil: Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan, tanda – tanda     vital dalam batas normal, urine lancar lewat kateter .

      Rencana tindakan:
  1. Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
Rasional:  Menurunkan kecemasan pasien dan mengetahui  tanda – tanda perdarahan
  1. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
Rasional:  Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
  1. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk   memudahkan defekasi .
Rasional: Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
  1. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
Rasional:  Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
  1. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi  dilepas .
Rasional: Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
  1. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan  warna urine
Rasional:  Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

4)   Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat  
      dari TURP.
      Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil: Pasien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun, pasien  menyatakan pemahaman situasi individual, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah, pasien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.

      Rencana tindakan :
  1. Beri kesempatan pada pasien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
Rasional: Untuk mengetahui masalah pasien .
  1. Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan  kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
            Rasional: Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak  
            disfungsi seksual
  1. Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
Rasional: Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
  1. Dorong pasien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
Rasional:  Untuk mengklarifikasi  kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.

5)   Kurang pengetahuan: tentang TURP berhubungan dengan kurang informasi
      Tujuan: Pasien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat   
                    lanjutan .
 Kriteria hasil: Pasien akan melakukan perubahan perilaku, pasien berpartisipasi dalam program pengobatan, pasien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

      Rencana tindakan:
  1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
Rasional: Dapat menimbulkan perdarahan .
  1. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6  minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
  1. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
Rasional: Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
  1. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
Rasional: Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
  1. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
Rasional:  Untuk membantu proses penyembuhan .
6)   Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
      Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
   Kriteria hasil: Pasien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup, pasien mengatakan sudah bisa tidur , pasien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
   
      Rencana tindakan:
  1. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
Rasional:  meningkatkan pengetahuan pasien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
  1. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
Rasional: Suasana tenang akan mendukung istirahat
  1. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
Rasional:  Menentukan rencana mengatasi gangguan
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
Rasional:  Mengurangi nyeri sehingga pasien bisa istirahat dengan cukup .


 


DAFTAR  PUSTAKA


Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Jakarta, Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.
Mansjoer, arif, et all (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid II. Medika Aeskulapius FKUI: Jakarta.
Purnomo, B., B ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Rendy, M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha Medika: yokjakarta
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI




 

 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar