BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.
DEFENISI
Hipertropi Prostat
adalah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).
BPH adalah suatu
keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urine dengan cara menutupi orifisium uretra
(Smeltzer, 2002).
BPH
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih
tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengus, 2000)
2.
ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari benigna prostat
hyperplasia sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1).
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa
reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2).
Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3).
Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan
epitel.
4).
Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5).
Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
3.
MANIFESTASI
KLINIK
Berdasarkan gradenya, terbagi
menjadi 4 grade yaitu :
1.
Pada grade 1 (congestic)
1.
Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah
kemih dan mulai mengedan.
2.
Kalau miksi merasa puas.
3.
Urine keluar
menetes dan pancaran lemah.
4.
Nocturia
5.
Urine keluar malam hari lebih dari normal.
6.
Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari
normal.
7.
Pada cytoscopy kelihatan hyperemia dari orificium uretra
interna. Lambat
laun terjadi varices akhirnya bisa terjadi
perdarahan (blooding)
2.
Pada grade 2 (residual)
1.
Bila miksi terasa panas.
2.
Dysuri nocturi bertambah berat.
3.
Tidak bisa buang air kecil (kemih tidak puas).
4.
Bisa terjadi infeksi karena sisa air kemih.
5.
Terjadi panas tinggi dan bisa menggigil.
6.
Nyeri pada daerah pinggang (menjalar ke ginjal).
3.
Pada grade 3 (retensi urine)
1. Ischuria
paradosal.
2.
Incontinensia paradosal.
4. Pada
grade 4
1.
Kandung kemih penuh.
2.
Penderita merasa kesakitan.
3.
Air kemih menetes secara periodik yang disebut over
flow incontinensia.
4.
Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah
untuk meraba ada tumor, karena bendungan yang hebat.
5.
Dengan adanya infeksi penderita bisa menggigil dan
panas tinggi sekitar 40-41°C.
6.
Selanjutnya penderita bisa koma.
Menurut Mansjoer ( 2000) gejala klinis
yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
1.
Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan
seringkali disertai dengan
mengejan
yang disebabkan oleh karena otot destrussor kandung kemih
memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal
guna mengatasi adanya tekanan dalam
uretra prostatika.
2.
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing
yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor
dalam pempertahankan tekanan
intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3. Terminal
dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4. Pancaran
lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui
tekanan di uretra.
5. Rasa
tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.
Gejala Iritasi yaitu :
1.
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
2. Frekuensi
yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi
pada malam hari (Nocturia) dan pada siang
hari.
3.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
4. ANATOMI
FISIOLOGI
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan
jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum
dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior
bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum
pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna. Prostat
mengekskresikan cairannya ke dalam uretra pada saat ejakulasi, cairan prostat
ini memberi makanan kepada sperma. Cairan ini memasuki uretra pars prostatika
dari vas deferens.
Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah
kenari, terletak di bawah kandung kemih. Normal berat prostat pada orang dewasa
diperkirakan 20 gram.
Ada 3 cara untuk mengukur besarnya hipertropi
prostat, yaitu:
1.
Rectal grading
Rectal grading atau rectal toucher
dilakukan dalam keadaan kandung kemih kosong. Sebab bila kandung kemih penuh
dapat terjadi kesalahan dalam penilaian. Dengan rectal toucher diperkirakan
dengan beberapa cm prostat menonjol ke dalam lumen dan rectum. Menonjolnya
prostat dapat ditentukan dalam grade. Pembagian grade sebagai berikut :
1.
0 – 1 cm……….: Grade 0
2.
1 – 2 cm……….: Grade 1
3.
2 – 3 cm……….: Grade 2
4.
3 – 4 cm……….: Grade 3
5.
Lebih 4 cm…….: Grade 4
Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari
prostat tidak dapat diraba karena benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan
menentukan rectal grading maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan
juga penting untuk menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila
kecil (grade 1), maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Uretral Resection)
Bila prostat besar sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka
secara trans vesical.
2.Klinikal grading
Pada pengukuran ini yang menjadi
patokan adalah banyaknya sisa urine. Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi
hari pasien bangun tidur disuruh kemih sampai selesai, kemudian dimasukkan
catheter ke dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urine.
1.
Sisa urine 0 cc……………….…… Normal
2.
Sisa urine 0 – 50 cc…………….… Grade 1
3.
Sisa urine 50 – 150 cc……………. Grade 2
4.
Sisa urine >150 cc………………… Grade 3
5.
Sama sekali tidak bisa kemih…… Grade 4
3.
Intra uretra grading.
Untuk melihat seberapa jauh penonjolan
lobus lateral ke dalam lumen uretra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan
penendoskopy dan sudah menjadi bidang dari urology yang spesifik.
5. PATOFISIOLOGI
BPH
terjadi pada usia lanjut dimana terjadi perubahan keseimbangan testosteron
estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi tertosteron
menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan
bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang
di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi
dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan
kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh
kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan
kekuatan kontraksi detrusor. Secara
garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum,
leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah
terjadinya pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher
vesika dan daerah prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini
dengan jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan
serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (kandung
kemih balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil
dinamakan sakula sedangkan yang
besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu
lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine.
Pada hiperplasi
prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus
(mengganggu permulaan miksi), miksi terputus, menetes pada akhir miksi,
pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena
pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan merangsang kandung
kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi
sulit ditahan/urgency, disuria).
Karena produksi urine terus
terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak mampu lagi menampung urine,
sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi
sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi
ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan
traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urine dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan sehingga timbul keluhan iritasi dan
hematuria. Selain itu, stasis urine dalam vesika urinaria menjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis.
Efek yang dapat terjadi akibat
hypertropi prostat:
1.
Terhadap uretra
Bila lobus medius membesar, biasanya
arah ke atas mengakibatkan uretra pars prostatika bertambah panjang, dan oleh
karena fiksasi ductus ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan
mengakibatkan sumbatan.
2.
Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan
hypertropi otot sebagai akibat dari proses kompensasi, dimana muscle fibro
menebal ini didapatkan bagian yang mengalami depresi (lekukan) yang disebut
potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan
terjadi dekompensasi dari pada otot-otot yang hypertropi dan akibatnya terjadi
atonia (tidak ada kekuatan) dari pada otot-otot tersebut. Kalau pembesaran
terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu post prostatika pouch, ini
adalah kantong yang terdapat pada kandung kemih dibelakang medial lobe. Post
prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine (urine yang
tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati adanya
batu-batu di kandung kemih.
3.
Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan uretra vesica valve baik,
maka tekanan ke ekstra vesikel tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini
rusak maka tekanan diteruskan ke atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis,
ureter sendiri mengalami hipertropy dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan
akibat lanjut uremia.
4.
Terhadap sex organ
Mula-mula libido meningkat,
tetapi akhirnya libido menurun.
6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Modalitas terapi BPH
adalah :
a.
Observasi
Yaitu pengawasan berkala setiap 3 –
6 bulan kemudian
setiap tahun tergantung keadaan pasien.
b.
Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan
pada BPH dengan keluhan ringan, sedang,
dan berat tanpa disertai penyulit. Obat
yang digunakan berasal
dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan
golongan supresor androgen.
c.
Pembedahan
Indikasi pembedahan
pada BPH adalah :
a) Pasien
yang mengalami retensi urine akut atau
pernah retensi urine
akut.
b) Pasien dengan residual urine
> 100 ml.
c) Pasien dengan penyulit.
d) Terapi medikamentosa tidak
berhasil.
e) Flowmetri menunjukkan pola
obstruktif.
Pembedahan
dapat dilakukan dengan :
a)
TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat)
Dilaksanakan bila pembesaran terjadi
pada lobus medial yang langsung mengelilingi uretra. Jaringan yang direseksi
hanya sedikit sehingga tidak terjadi perdarahan dan waktu pembedahan tidak
terlalu lama. Rectoscope disambungkan dengan arus listrik lalu di masukkan ke
dalam uretra. Kandung kemih di bilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien
mendapat alat untuk masa terhadap syok listrik dengan lempeng logam yang di
beri pelumas di tempatkan pada bawah paha. Kepingan jaringan yang halus di
buang dengan irisan dan tempat-tempat perdarahan di tutup dengan cauter.
Setelah TURP di pasang catheter Foley
tiga saluran yang di lengkapi balon 30 ml. Setelah balon catheter di
kembangkan, catheter di tarik ke bawah sehingga balon berada pada fosa prostat
yang bekerja sebagai hemostat. Ukuran catheter yang besar di pasang untuk
memperlancar pengeluaran gumpalan darah dari kandung kemih.
Kandung kemih diirigasi terus dengan
alat tetesan tiga jalur dengan garam fisiologis atau larutan lain yang di pakai
oleh ahli bedah. Tujuan dari irigasi konstan ialah untuk membebaskan kandung
kemih dari bekuan darah yang menyumbat aliran kemih. Irigasi kandung kemih yang
konstan di hentikan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan dari kandung kemih.
Kemudian catheter bisa dibilas biasa tiap 4 jam sekali sampai catheter di
angkat biasanya 3 sampai 5 hari setelah operasi. Setelah catheter di angkat
pasien harus mengukur jumlah urine dan waktu tiap kali berkemih.
b)
Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
Pada prostatectomy retropubic dibuat
insisi pada abdominal bawah tapi kandung
kemih tidak dibuka.
c). Perianal
Prostatectomy
Dilakukan pada dugaan kanker prostat, insisi
dibuat diantara scrotum dan rectum.
d). Suprapubic Atau
Tranvesical Prostatectomy
Metode operasi terbuka, reseksi supra pubic kelenjar prostat diangkat
dari uretra lewat kandung kemih.
e). Alternatif
lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia,
Termoterapi, Terapi
Ultrasonik.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan
Laboratorium
·
Pemeriksaan darah lengkap,
faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum pasien.
·
Pemeriksaan urine lengkap
dan kultur.
·
PSA (Prostatik Spesific
Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya
keganasan.
2.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu
gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urine.
Secara
obyektif pancaran
urine dapat diperiksa dengan uroflowmeter
dengan
penilaian :
·
Flow rate maksimal >
15 ml / dtk = non obstruktif.
·
Flow rate maksimal 10 – 15 ml
/ dtk = border line.
·
Flow rate maksimal <
10 ml / dtk = obstruktif.
3.
Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
·
BOF (Buik Overzich ) :Untuk
melihat adanya batu dan metastase
pada tulang.
·
USG (Ultrasonografi), digunakan
untuk memeriksa konsistensi,
volume dan
besar prostat juga keadaan buli – buli
termasuk residual
urine. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra
pubik.
·
IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan
untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan
adanya
hidronefrosis.
·
Pemeriksaan Panendoskop
Untuk
mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
4.
Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning
(CT-Scan) dapat memberikan gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang
transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun pameriksaan ini
jarang dilakukan karena biayanya yang mahal.
5.
Pemeriksaan
sistografi
Dilakukan
apabila pada anamnese ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine ditemukan
mikrohematuria. Pemeriksaan ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor di
dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari
muara ureter atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat
juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra
pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam uretra.
8. KOMPLIKASI
a. Perdarahan
b.
Inkotinensia
c.
Batu kandung kemih
d.
Retensi urine
e.
Impotensi
f.
Epididimitis
g.
Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h.
Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i.
Hydronefrosis
9. PROGNOSIS
Penanganan yang
cepat akan mempercepat penyembuhan pasien namun sebaliknya, bila penanganan
lambat dapat menimbulkan terjadinya komplikasi.
B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.
Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien
diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan,
pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.
Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan
pasien dirawat. Apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh
yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah
diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah
ada kebiasaan merokok, minum alkohol,
minum kopi atau minum obat-obatan.
3.
Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang
pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat
penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat
penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
4.
Pemeriksaan Fisik
·
Keadaan umum: bagaimana keadaan pasien yang
menyebabkan dirawat. Dilakukan pemeriksaan tekanan
darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada
retensi urine akut, dehidrasi sampai syok
pada retensi urine serta urosepsis sampai
syok – septik.
·
Kepala dan leher, apakah pasien mengeluh sakit
kepala, penglihatan apakah ada masalah seperti kabur, penglihatan ganda, pakai
kacamata atau tidak, apakah pernah operasi mata. Pendengaran apakah ada
gangguan seperti nyeri, radang atau berdengung. Hidung apakah ada polip,
epitaksis, sinus dan alergi. Tenggorokan dan mulut dilihat apakah ada caries,
gigi palsu, gangguan bicara, gangguan menelan, dan apakah ada pembesaran
kelenjar leher.
·
Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas,
kualitas, suara dan jalan nafas. Pada perkusi apakah ada cairan atau massa,
apakah ada ronchi, wheezing, krepitasi. Apakah ditemukan clubbing finger.
·
Sistem pencernaan, turgor kulit elatis atau
tidak, bibir lembab atau tidak, mukosa adakah radang, warna kemerahan atau
pucat. Kaji abdomen pada ke empat kuadran, auskultasi bising usus. Pemeriksaan
abdomen juga dilakukan dengan tehnik bimanual
untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan
pyelonefrosis. Pada daerah supra simfisis
pada keadaan retensi akan menonjol. Saat
palpasi terasa adanya ballotemen dan pasien
akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya residual urine. Rectal
touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk
menentukan konsistensi sistim persarafan unit
vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan
rectal toucher dapat diketahui derajat dari
BPH, yaitu : derajat I beratnya ± 20 gram,
derajat II beratnya antara 20 – 40 gram,
derajat III beratnya > 40 gram.
·
Sistem kardiovaskuler, observasi bentuk dada
pasien, apakah ada sianosis, capillary refill time, apakah tampak atau teraba
ictus cordis, pembesaran jantung, BJ I, BJ II, gallop, murmur.
·
Sistem persarafan, kaji bagaimana tingkat
kesadaran, GCS, adanya kejang, kelumpuhan, adakah gangguan dalam mengatur
gerak, reflex abnormal, kaji cranial nerves.
·
Sistem musculoskeletal, kaji adanya nyeri otot,
reflex sendi, kekuatan otot, atropi, range of motion.
·
Sistem integumen, nilai warna, turgor, kelembaban
dan kelainan dari kulit.
·
Sistem reproduksi, pada pria adakah pembesaran
prostat. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan
adanya epididimitis
·
Sistem perkemihan, nilai frekuensi buang air
kecil dan jumlahnya, kaji penis dan uretra untuk
mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
5.
Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak kesakitan, memegang bagian tubuh yang sakit, kandung kemih teraba penuh, pada post
operasi tampak adanya luka operasi, bising usus negative, ada terpasang kateter
urine, urine berwarna kemerahan.
DS: pasien mengatakan sakit
saat buang air kecil, setelah buang air
kecil rasanya tidak lampias,, tidak bisa buang angin.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
- Pre Operasi :
1.
Retensi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat
2.
Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa,
distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria
3.
Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan
dengan pascaobstruksi diuresis dari drainase yang cepat kandung kemih yang
terlalu distensi secara kronis.
4.
Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, kemungkinan prosedur bedah.
5.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi, kurang akurat sumber informasi yang ada.
- Post Operasi :
1.
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan
insisi sekunder pada TURP
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3.
Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan
tindakan pembedahan
4.
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan
ketakutan akan impoten akibat dari TURP.
5.
Kurang pengetahuan: tentang TURP berhubungan dengan
kurang informasi
6.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai
efek pembedahan
INTERVENSI
Pre Operasi
1. Retensi
urine berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat
Tujuan: dapat berkemih dengan
lancar, jumlah cukup dan tidak teraba distensi kandung kemih
Kriteria hasil: dapat menunjukkan residu pasca
berkemih kurang dari 50 ml dengan tak adanya tetesan atau kelebihan aliran.
Intervensi
keperawatan
a.
Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila
tiba-tiba dirasakan.
Rasional: meminimalkan retensi urine distensi
berlebihan pada kandung
kemih.
b.
Tanyakan pasien tentang inkontinensia urine
Rasional:
tekanan uretral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan
abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara tidak sadar.
c.
Observasi aliran
urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
Rasional: berguna untuk mengevaluasi obstruksi
dan pilihan intervensi.
d.
Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
Perhatikan penurunan jumlah urine dan perubahan berat jenis.
Rasional: retensi urine
meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi
fungsi ginjal. Adanya defisit aliran darah ke ginjal mengganggu kemampuannya
untuk memfilter dan mengkonsentrasikan substansi.
e.
Perkusi/palpasi area suprapubik
Rasional:
distensi kandung kemih dapat dirasakan di ares suprapubik.
f.
Dorong masukan cairan sampai 3000ml sehari, dalam
toleransi jantung bila diindikasikan.
Rasional:
peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal
dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
g. Awasi
tanda vital dengan ketat, observasi hipertensi, edema perifer, perubahan
mental. Timbang berat badan setiap hari, dan pertahankan pemasukan dan
pengeluaran yang akurat.
Rasional: kehilangan fungsi
ginjal mengakibatkan penurunan eliminasi cairan dan akumulasi sisa toksik,
dapat berlanjut ke penurunan ginjal total.
h. Berikan
rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan
relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
i.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan
sesuai indikasi
·
Antispasmodik,
Rasional:
menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.
·
Supositoria rectal
Rasional;
supositoria diabsorbsi dengan mudah melalui mukosa ke dalam jaringan kandung
kemih untuk menghasilkan relaksasi otot.
·
Antibiotik dan antibakteri
Rasional:
diberikan untuk melawan infeksi, mungkin digunakan untuk propilaksis.
·
Kateterisasi untuk residu urine dan biarkan
kateter tak menetap sesuai indikasi.
Rasional;
mencegah retensi urine dan mengesampingkan adanya striktur uretral.
·
Irigasi kateter sesuai indikasi.
Rasional:
mempengaruhi patensi atau aliran urine.
·
Monitor laboratorium seperti BUN, kreatinin,
elektrolit.
Rasional:
pembesaran prostat (obstruksi) secara nyata menyebabkan dilatasi saluran
perkemihan atas (ureter dan ginjal) berpotensi merusak fungsi ginjal dan
menimbulkan uremia.
- Nyeri (akut) berhubungan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal,
infeksi urinaria
Tujuan: nyeri
hilang atau terkontrol
Kriteria hasil:
pasien tampak rileks, dapat beristirahat
Intervensi
Keperawatan:
a. Kaji
keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya nyeri.
Rasional: memberi
informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
b. Plester
selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi diperlukan).
Rasional:
mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
c. Pertahankan
tirah baring bila diindikasikan.
Rasional: tirah
baring mungkin diperlukan pada fase retensi akut, namun ambulasi dini dapat
memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.
d. Berikan
tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung, membantu melakukan posisi yang
nyaman, mendorong menggunakan relaksasi atau nafas dalam, aktivitas terapeutik.
Rasional:
meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.
e. Dorong
menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.
Rasional:
meningkatkan relaksasi otot.
f. Kolaborasi
dengan dokter untuk:
·
Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran
drainase.
Rasional:
pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjar.
·
Lakukan masase prostat.
Rasional:
membantu dalam evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan inflamasi.
Kontraindikasi bila infeksi terjadi.
·
Berikan obat narkotik seperti eperidin
(Demerol).
Rasional: untuk
menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik
·
Berikan obat antibakteri, contoh metenamin
hipurat (hiprex).
Rasional:
menurunkan adanya bakteri dalam traktus urinarius
·
Berikan antispasmodik dan sedatif kandung kemih, contoh flavoksat (urispas),
oksibutinin (ditropan).
Rasional:
menghilangkan kepekaan kandung kemih
- Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan pascaobstruksi diuresis dari drainase yang cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan:
keseimbangan cairan dan elektrolit adekuat
Kriteria hasil:
mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer
teraba, pengisian kapiler baik, dan membran mukosa lembab.
Intervensi
Keperawatan:
a.
Awasi haluaran dengan hati-hati, tiap jam bila
diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/jam.
Rasional:
diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume cairan, karena
ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal.
b.
Dorong peningkatan masukan oral berdasarkan kebutuhan
individu.
Rasional: pasien
dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatic
pengurangan cadangan dan peningkatan resiko dehidrasi atau hipovolemia.
c.
Awasi tekanan darah, nadi dengan sering. Evaluasi
pengisian kapiler dan membrane mukosa oral.
Rasional:
memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik.
d.
Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi.
Rasional:
menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostatis sirkulasi.
e.
Kolaborasi dengan dokter untuk:
·
Pengawasan elektrolit, khususnya natrium.
Rasional: bila
pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler, natrium dapat mengikuti
perpindahan, menyebabkan hiponatremia.
·
Berikan cairan IV (garam hipertonik) sesuai
kebutuhan.
Rasional:
menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah atau memperbaiki
hipovolemia.
- Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah.
Tujuan: pasien tampak
rileks
Kriteria hasil:
pasien menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut,
serta melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat ditangani.
Intervensi
Keperawatan:
a.
Buat hubungan saling percaya dengan pasien/orang
terdekat dan selalu hadir untuk pasien.
Rasional:
menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu, membantu dalam diskusi
tentang subjek sensitif.
b.
Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan
apa yang akan terjadi, contoh kateter, urine berdarah, iritasi kandung kemih.
Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
Rasional:
membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah
karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi
tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.
c.
Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan
prosedur/menerima pasien, lindungi privasi pasien.
Rasional:
menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.
d.
Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan
masalah atau perasaan.
Rasional:
mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan,
memperjelas kesalahan konsep, dan solusi pemecahan masalah.
e.
Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan
sebelumnya.
Rasional:
memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada
pemberi perawatan dan pemberi informasi.
- Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, kurang akurat sumber informasi yang ada.
Tujuan: pasien
paham mengenai proses penyakit dan prognosis.
Kriteria hasil:
pasien mampu mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala proses penyakit,
melakukan perubahan pola hidup, berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
Keperawatan:
a.
Kaji ulang proses penyakit dan pengalaman pasien.
Rasional:
memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
terapi.
b.
Dorong menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.
Rasional:
membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.
c.
Berikan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara
seksual.
Rasional: mungkin
merupakan ketakutan yang tidak dibicarakan.
d.
Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol,
mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat (terutama alkohol).
Rasional: dapat
menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada
aliran urine dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus
kandung kemih mengakibatkan episode retensi urinaria akut.
e.
Bicarakan masalah seksual, contoh bahwa selama episode
akut prostatitis, koitus dihindari tetapi mungkin membantu dalam pengobatan
kondisi kronis.
Rasional:
aktivitas seksual dapat meningkatkan nyeri selama episode akut tetapi dapat
memberikan suatu masase pada adanya penyakit kronis.
f.
Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual, dorong
pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah.
Rasional:
memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan
lanjut, sesuai dengan afek penampilan seksual.
g.
Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh urine keruh, berbau, penurunan haluaran urine, ketidakmampuan untuk
berkemih, adanya demam atau menggigil.
Rasional:
intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius.
h.
Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat
kesehatan lain tentang diagnosa.
Rasional:
menurunkan resiko terapi yang tidak tepat, contoh penggunaan dekongestan,
antikolinergik dan antidepresan meningkatkan retensi urine dan dapat
mencetuskan episode akut.
i.
Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk
sedikitnya 6 bulan sampai 1 tahun, termasuk pemeriksaan rektal dan urinealisa.
Rasional:
hipertropi berulang dan atau infeksi tidak umum dan akan memerlukan perubahan
terapi untuk mencegah komplikasi serius.
Post operasi
1)
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang dan rileks, tanda
– tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
- Jelaskan pada pasien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional: Kien dapat mendeteksi gajala
dini spasmus kandung kemih.
- Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Rasional: Menentukan terdapatnya
spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
- Jelaskan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
Rasional: Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya
temporer.
- Beri penyuluhan pada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional: Mengurang kemungkinan
spasmus.
- Anjurkan pada pasien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TURP.
Rasional: Mengurangi tekanan pada luka
insisi
- Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
Rasional: Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
- Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
Rasional: Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah
dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
- Observasi tanda – tanda vital
Rasional: Mengetahui perkembangan lebih
lanjut.
- Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
Rasional: Menghilangkan nyeri dan
mencegah spasmus kandung kemih.
2)
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih.
Tujuan: Pasien tidak menunjukkan tanda –
tanda infeksi .
Kriteria hasil: Pasien tidak mengalami
infeksi, dapat mencapai waktu penyembuhan,
Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda syok.
Rencana tindakan:
- Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
Rasional: Mencegah pemasukan bakteri
dan infeksi
- Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
Rasional: Meningkatkan output urine sehingga resiko
terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
- Pertahankan posisi urobag dibawah.
Rasional: Menghindari refleks balik urine
yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
- Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda syok dan demam.
Rasional: Mencegah sebelum terjadi syok.
- Observasi urine: warna, jumlah, bau.
Rasional: Mengidentifikasi adanya infeksi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
Rasional: Untuk mencegah infeksi dan
membantu proses penyembuhan.
3)
Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil: Pasien tidak menunjukkan
tanda – tanda perdarahan, tanda – tanda vital dalam batas normal, urine lancar
lewat kateter .
Rencana tindakan:
- Jelaskan pada pasien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
Rasional: Menurunkan kecemasan pasien dan mengetahui
tanda – tanda perdarahan
- Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
Rasional: Gumpalan
dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
- Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
Rasional: Dengan peningkatan tekanan
pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
- Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
Rasional: Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
- Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
Rasional: Traksi kateter menyebabkan
pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya
dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
- Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
Rasional: Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan
intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .
4)
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten
akibat
dari TURP.
Tujuan: Fungsi seksual dapat
dipertahankan
Kriteria hasil: Pasien tampak rileks dan
melaporkan kecemasan menurun, pasien menyatakan
pemahaman situasi individual, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah, pasien
mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
- Beri kesempatan pada pasien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
Rasional: Untuk mengetahui masalah pasien
.
- Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
Rasional: Kurang pengetahuan dapat
membangkitkan cemas dan berdampak
disfungsi seksual
- Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
Rasional: Bisa terjadi perdarahan dan
ketidaknyamanan
- Dorong pasien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
Rasional: Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan
memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.
5)
Kurang pengetahuan: tentang TURP berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan: Pasien dapat menguraikan
pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat
lanjutan .
Kriteria
hasil: Pasien akan melakukan perubahan perilaku, pasien berpartisipasi dalam
program pengobatan, pasien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan
kebutuhan berobat lanjutan.
Rencana tindakan:
- Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
Rasional: Dapat menimbulkan perdarahan
.
- Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengedan bisa menimbulkan
perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
- Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
Rasional: Mengurangi potensial infeksi
dan gumpalan darah .
- Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
Rasional: Untuk menjamin tidak ada
komplikasi .
- Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
Rasional: Untuk membantu proses penyembuhan .
6)
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat
terpenuhi
Kriteria hasil: Pasien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang
cukup, pasien mengatakan sudah bisa tidur , pasien mampu menjelaskan faktor
penghambat tidur .
Rencana tindakan:
- Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
Rasional: meningkatkan pengetahuan pasien sehingga mau
kooperatif dalam tindakan perawatan .
- Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
Rasional: Suasana tenang akan mendukung
istirahat
- Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
Rasional: Menentukan rencana mengatasi gangguan
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
Rasional: Mengurangi nyeri sehingga pasien bisa
istirahat dengan cukup .
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, arif, et all (2000). Kapita
selekta kedokteran. Jilid II. Medika Aeskulapius FKUI: Jakarta.
Purnomo,
B., B ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
Price,
S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Rendy,
M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika: yokjakarta
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata,
M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta:
FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar