Senin, 21 Oktober 2013

HIPERTENSI

Oleh : Liana Sriulina Br Sinulingga

HIPERTENSI


A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.      DEFENISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persistem dimana tekanansistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg (Brunner dan Suddarth,2002 : 896)
Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah diatas atau sama 160/95 mmHg.

2.      ETIOLOGI   
Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
                  1.  Hipertensi Primer atau Esensial.
Hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi Taropatik terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.

2.  Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
 Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan biasnya disertai keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan Hormon
                          1. Pil KB: kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan angiostensin II. Peningkatan angiostensin II ini juga dirangsang oleh pengeluaran rennin akibart peningkatan stimulasi syaraf simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu : aspek konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
   2. Neokromositoma/Tumor Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor ini mensekresi epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat metabolisme meningkat sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
   3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan glukortikod (kortisol) sehingga menyebabkan glukonegenesis dan perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut meningkatkan obesitas.
                b.  Penyakit Metabolic
Diabetes mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati  diabetic sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c.  Penyakit Ginjal
1.  Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air  
     dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2.  Penyempitan arteri renalis
d.  Lain-Lain
1.  Koarktasio aorta/penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini meningkatkan resistensi aliran darah aorta sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2.   Pre eklamsia, pada pre eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.

3.      MANIFESTASI KLINIK
                        Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
o    Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
o    Sakit kepala
o    Epistaksis
o    Pusing / migrain
o    Rasa berat ditengkuk
o    Sukar tidur
o    Mata berkunang kunang
o    Lemah dan lelah
o    Muka pucat
o    Suhu tubuh rendah

4.      ANATOMI  FISIOLOGI
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol, yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm.
Fungsi arteri menditribusikan darah teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1.    Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah
     dan terdiri dari jaringan endotel.
2.    Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya
     elastic dan termasuk otot polos
3.    Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari
     jaringan ikat gembur  yang berguna menguatkan dinding arteri. (Syaifuddin,
     2006)

Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena pulmonalis,  mempunyai  dinding tipis, mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.

Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari suatu lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil hasil-hasil dari kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat makanan yang terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.

Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan. Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ, terutama dalam vili usus.

5.      PATOFISIOLOGIS
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.

Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

6.      PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1.  Pengobatan non obat (non farmakologis)
2.  Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)



                 Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1.  Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.  Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
           3.  Ciptakan keadaan rileks
                Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
                sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4.    Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
    menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
            5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol

                  Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
            Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang
            beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi
            dokter.
1.    Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2.  Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3.  Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4.Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
5.Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6.Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7.Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
C.  Pemeriksaan Laborat
                                  i.     Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
                                ii.     BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
                              iii.     Glukosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
                              iv.     Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
D.  CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
E.   EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
F.   IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan ginjal.
G.  Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

8.      KOMPLIKASI
a.    Stroke
Dapat timbul akibat peredaran tekanan darah tinggi di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.
b.    Infark miokardium.
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
c.    Gagal ginjal.
       Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi  pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d.    Kerusakan otot.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan perifer dan mendorong cairan kedalam ruang intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

9.      PROGNOSIS
Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi yang serius, sedangkan bila pengobatan teratur dan tekanan darah di cek secara berkala maka penyakit bisa terkontrol.


B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

1.                     Identitas klien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.                     Riwayat Kesehatan
Mengkaji apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Saat ini apa keluhan yang menyebabkan pasien dirawat,
3.                     Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderta oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lainyang pernah di derita oleh pasien. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lainyang bersifat genetik maupun tidak.
4.                     Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum
b.      Pemeriksaan persistem
·         Sistem persepsi dan sensori, mencakup pemeriksaan lima indera penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap, perasa.
·         Sistem persarafan, kaji bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat.
·         Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
·         Sistem kardiovaskuler, nilai kemampuan menelan pasien, nafsu makan/minum, peristaltik, eliminasi.
·         Sistem integumen, nilai warna, turgor, tekstur dari kulit.
·         Sistem reproduksi
·         Sistem perkemihan, nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya
5.                Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak kesakitan, memegang bagian tubuh yang sakit,  dahi tampak mengkerut.
DS:  pasien mengatakan kepala terasa sakit, leher terasa pegal dan kaku.

C.    ASUHAN KEPERAWATAN
                  Diagnosa Keperawatan:
1.   Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
2.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
3.    Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4.   Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

     Intervensi
1.      Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
      afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
     Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi   
                   iskemia miokard.
       Kriteria Hasil : Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan   
                               darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang  
                               individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan  
                               frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.

     Intervensi :

a.    Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.

       Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum

b.    Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.

       Rasional : Untuk mengetahui denyut karotis,jugularis,radialis dan femoralis
       mungkin terpalpasi

c.    Auskultasi bunyi jantung dan bunyi napas.

      Rasional : Untuk mengetahui bunyi jantung S4(adanya hypertrofi atrium)dan
      S3 (Hypertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi),adanya krakles

d.    Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler

       Rasional : Adanya pucat,dingin,kulit lembab dan masa pengisian kapiler  
        lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi

e.    Catat edema umum.

        Rasional : Mengindikasi gagal jantung,kerusakan ginjal atau vaskuler

 f.     Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.

       Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis: Meningkatkan  
       relaksasi

g.    Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi

       Rasional Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi TD dan
        perjalan penyakit hypertensi

h.    Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher

       Rasional : Mengurangi ketidaknyaman dan dapat menurunkan rangsangan
       simpatis

i.      Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah

       Rasional : Untuk mengetahui respon terhadap reaksi obat

j.      Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi

        Rasional : Menangani retensi cairan dengan respon hypertensi dengan

        demikian dapat menurunkan beban kerja jantung

 

2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas.

            Intervensi :
C.     Kaji respon pasien terhadap aktivitas
                  Rasional : Mengkaji respon fisiologi terhadap stress aktivitas dan indikator
                  dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
D.    Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan  bantuan sesua kebutuhan.
      Rasional: Kamajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung 
      tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan dalam melakukan
       aktivitas.
E.     Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat siang atau sore
     Rasional: Istirahat kemungkinan adanya penghematan energi
F.      Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya:  
       menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut
                   Rasional : Menghemat energy,mengurangi penggunaan energy juga  
                   membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
G.       Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri.
                   Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung
                   tiba-tiba.
H.  Kolaborasi pemberian obat digoxin.
                  Rasional: Pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung 

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan   
                  peningkatan tekanan vaskuler serebral
    Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
    Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
                                          nyaman.
              Intervensi :
a.     Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
                     Rasional : Meningkatkan relaksasi
              b.   Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala. 
                   Misalkan kompres dingin pada dahi pinjat punggung dan leher, tenang,    
                    redupkan lampu kamar, teknik relaksasi (distraksi) dan aktivitas waktu
                    senggang
           Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c.  Batasi aktivitas.
                   Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit
                    kepala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral
              d.   Anjurkan untuk  meminimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
                    meningkatkan sakit kepala misalkan: mengejang saat BAB, batuk panjang,  
                    membungkuk.
 Rasional:  Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan  sakit   
  kapala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral.
e . Beri obat analgesic dan antiansietas (Diazepam) sesuai indikasi
     Rasional : Menurunkan nyeri dan menurunkan rangsang system saraf  
     simpatik dan dapat mengurangi ketegangan serta ketidaknyamanan yang
     diperberat oleh stress.


  4.  Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan  dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan: Perfusi jaringan tidak ada masalah
                  Kriteria hasil: 1.      Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2.      Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3.      Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4.      Tanda-tanda vital stabil

Intervensi
a.  Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10 menit.
                          Rasional: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi
b.  Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah  
     dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
     Rasional: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen, posisi    duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
c.  Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin
      Rasional:  Indicator perfusi atau fungsi organ.
d.  Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.
      Rasional: Meningkatkan vasokontriksi.
e.   Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan inhibitor   simpatik (propanolol, atenolol), golongan vasodilator (hidralazin)
     Rasional: Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui 
      efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunkan curah jantung,
      menghambat syaraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin. Golongan 
      vasodilator berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.





DAFTAR PUSTAKA

Doenges at all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Rendy, M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha Medika: yokjakarta
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI













Tidak ada komentar:

Posting Komentar