Oleh
: Liana Sriulina Br Sinulingga
HIPERTENSI
A.
TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1. DEFENISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persistem dimana tekanansistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic
diatas 90 mmHg (Brunner dan Suddarth,2002 : 896)
Menurut WHO, hipertensi adalah kenaikan tekanan darah
diatas atau sama 160/95 mmHg.
2. ETIOLOGI
Menurut
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hipertensi
Primer atau Esensial.
Hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi Taropatik
terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak factor yang mempengaruhi seperti genetic,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistim rennin angiostensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca Intraseluler dan factor-faktor
yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alcohol, merokok serta polisetemia.
2.
Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Hipertensi ini dapat diketahui penyebabnya dan
biasnya disertai keluhan atau gejala-gejala dari penyakit yang menyebabkan
hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi ini misalnya :
a. Kelainan
Hormon
1. Pil KB:
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan
angiostensinogen dan kemudian akan meningkatkan angiostensin II. Peningkatan
angiostensin II ini juga dirangsang oleh pengeluaran rennin akibart peningkatan
stimulasi syaraf simpatis. Akibat peningkatan angiostensin II ada 2 hal yaitu :
aspek konstriktor arteriola perifer dan peningkatan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan reasorbsi Na dan air.
2. Neokromositoma/Tumor
Medulla Adrenal atau jaringan pensekresi ketoalamin di bagian lain tubuh: tumor
ini mensekresi epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat
metabolisme meningkat sehinngga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3. Sindrom Chusing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh peningkatan
ACSH yang kemudian merangsang peningkatan glukortikod (kortisol) sehingga
menyebabkan glukonegenesis dan perubahan dalam distribusi jaringan adipose. Dua
hal tersebut meningkatkan obesitas.
b.
Penyakit Metabolic
Diabetes
mellitus : pada DM terjadi netropati diabetic mikroangiopati diabetic
sehingga mengakibatkan nefropati diabetic dan disfungsi filtrasi glomerulo.
c.
Penyakit Ginjal
1.
Glomerulo nefritis akut : lesi pada glomerulus menyebabkan retensi air
dan garam sehingga menyebabkan hipertensi.
2. Penyempitan
arteri renalis
d. Lain-Lain
1. Koarktasio aorta/penyempitan
congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini meningkatkan resistensi aliran
darah aorta sehingga mengakibatkan hipertensi berat.
2. Pre eklamsia, pada pre
eklamsia terjadi retensi pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
3. MANIFESTASI
KLINIK
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah
:
o Peningkatan
tekanan darah > 140/90 mmHg
o Sakit
kepala
o Epistaksis
o Pusing
/ migrain
o Rasa
berat ditengkuk
o Sukar
tidur
o Mata
berkunang kunang
o Lemah
dan lelah
o Muka
pucat
o Suhu
tubuh rendah
4. ANATOMI
FISIOLOGI
Arteri merupakan
struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan. Aorta
diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang pada
gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol,
yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol
mempunyai diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm.
Fungsi arteri menditribusikan darah
teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri ini mempunyai dinding
yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1.
Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali
berhubungan dengan darah
dan terdiri dari jaringan endotel.
2.
Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan
otot yang sifatnya
elastic dan termasuk otot polos
3.
Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar
sekali terdiri dari
jaringan ikat gembur yang berguna
menguatkan dinding arteri. (Syaifuddin,
2006)
Vena merupakan
pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-alat tubuh masuk ke
dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan vena pulmonalis.
Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus yang
selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena
pulmonalis, mempunyai dinding tipis, mempunyai katup-katup
sepanjang jalan yang mengarah ke jantung.
Kapiler merupakan
pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari suatu lapisan
endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil hasil-hasil dari
kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat makanan yang
terdapat di usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
Saluran Limfe
mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke dalam darah
yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan.
Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ,
terutama dalam vili usus.
5. PATOFISIOLOGIS
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (
Brunner & Suddarth, 2002 ).
6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Olah raga lebih
banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt
bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh
yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan
hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan
non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non
obat (non farmakologis)
Pengobatan non
farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan
farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda.
Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non
farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan
yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet
rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.
Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat
pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan
asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti
meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol
sistem saraf yang akhirnya
dapat menurunkan tekanan darah.
4.
Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan
cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan
mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan
obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi.
Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang
beredar saat ini. Untuk
pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi
dokter.
1. Diuretik
Obat-obatan
jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat
ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada
saat kita beraktivitas ).
Contoh obatnya
adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja
anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
Contoh obatnya
adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus
harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana
kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya
bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan
saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4.Vasodilator
Obat golongan
ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
5.Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat
golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat
yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul
adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6.Antagonis kalsium
Golongan obat
ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung
(kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem
dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing,
sakit kepala dan muntah.
7.Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat
ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya
yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk
dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul
adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan
pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya
hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
7.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
C. Pemeriksaan
Laborat
i. Hb/Ht
: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
ii. BUN
/ kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
iii. Glukosa
: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
iv. Urinalisa
: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
D. CT Scan :
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
E. EKG :
Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
F. IUP :
mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal, perbaikan
ginjal.
G. Photo dada
: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
8.
KOMPLIKASI
a. Stroke
Dapat timbul akibat peredaran tekanan darah tinggi
di otak. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.
b. Infark miokardium.
Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.
c. Gagal ginjal.
Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan
progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah
akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan akan
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d. Kerusakan otot.
Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan perifer dan mendorong cairan kedalam ruang
intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps
dan terjadi koma serta kematian.
9.
PROGNOSIS
Hipertensi yang
tidak terkontrol akan menyebabkan komplikasi yang serius, sedangkan bila
pengobatan teratur dan tekanan darah di cek secara berkala maka penyakit bisa
terkontrol.
B. TINJAUAN
TEORITIS KEPERAWATAN
1.
Identitas klien
dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis
kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk
RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.
Riwayat Kesehatan
Mengkaji apakah penyebab dan pencetus timbulnya
penyakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri
atau menggunakan fasilitas kesehatan. Saat ini apa keluhan yang menyebabkan
pasien dirawat,
3.
Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderta oleh pasien, riwayat
penyakit yang sama atau penyakit lainyang pernah di derita oleh pasien. Adakah
riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau
riwayat penyakit lainyang bersifat genetik maupun tidak.
4.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan umum
b.
Pemeriksaan
persistem
·
Sistem persepsi
dan sensori, mencakup pemeriksaan lima indera penglihatan, pendengaran,
penghidu, pengecap, perasa.
·
Sistem
persarafan, kaji bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, pupil,
orientasi waktu dan tempat.
·
Sistem
pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
·
Sistem
kardiovaskuler, nilai kemampuan menelan pasien, nafsu makan/minum, peristaltik,
eliminasi.
·
Sistem integumen,
nilai warna, turgor, tekstur dari kulit.
·
Sistem reproduksi
·
Sistem
perkemihan, nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya
5.
Data Fokus (
kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak kesakitan, memegang bagian
tubuh yang sakit, dahi tampak mengkerut.
DS: pasien
mengatakan kepala terasa sakit, leher terasa pegal dan kaku.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan:
1. Resiko
tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan O2.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit
kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Potensial
perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi.
Intervensi
1.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi
iskemia miokard.
Kriteria Hasil : Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
Kriteria Hasil : Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan
darah /
bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang
individu yang
dapatditerima, memperlihatkan norma dan
frekwensi
jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasional
: Untuk mengetahui denyut karotis,jugularis,radialis dan
femoralis
mungkin terpalpasi
c. Auskultasi bunyi jantung dan bunyi napas.
Rasional
: Untuk mengetahui bunyi jantung S4(adanya hypertrofi atrium)dan
S3 (Hypertrofi ventrikel dan kerusakan fungsi),adanya krakles
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
Rasional
: Adanya pucat,dingin,kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi
e. Catat edema umum.
Rasional
: Mengindikasi gagal jantung,kerusakan ginjal atau vaskuler
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
Rasional
: Membantu untuk
menurunkan rangsang simpatis: Meningkatkan
relaksasi
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
Rasional : Menurunkan stress dan
ketegangan yang mempengaruhi TD dan
perjalan penyakit hypertensi
h. Lakukan tindakan yang nyaman seperti pijatan punggung dan leher
Rasional : Mengurangi ketidaknyaman dan dapat
menurunkan rangsangan
simpatis
i. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
Rasional : Untuk mengetahui respon terhadap reaksi obat
j. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Rasional : Menangani retensi cairan dengan respon hypertensi dengan
demikian dapat menurunkan beban kerja jantung
2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : klien dapat melakukan
aktivitas
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas.
Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas.
Intervensi :
C. Kaji
respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : Mengkaji respon fisiologi terhadap
stress aktivitas dan indikator
dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas.
D.
Berikan dorongan untuk aktivitas atau perawatan diri
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesua kebutuhan.
Rasional: Kamajuan aktivitas bertahap
mencegah peningkatan kerja jantung
tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan dalam melakukan
aktivitas.
E.
Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat
siang atau sore
Rasional: Istirahat kemungkinan adanya
penghematan energi
F. Instruksikan
pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya:
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat
menyisir rambut
Rasional : Menghemat energy,mengurangi
penggunaan energy juga
membantu keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
G. Dorong
memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
peningkatan kerja jantung
tiba-tiba.
H. Kolaborasi pemberian obat digoxin.
Rasional: Pemberian digoxin
untuk memperkuat kerja jantung
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil: pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman.
Intervensi :
a.
Pertahankan
tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
Rasional : Meningkatkan relaksasi
b. Berikan
tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala.
Misalkan kompres dingin pada
dahi pinjat punggung dan leher, tenang,
redupkan lampu kamar,
teknik relaksasi (distraksi) dan aktivitas waktu
senggang
Rasional: Tindakan yang menurunkan
tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon simpatis,
efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c. Batasi
aktivitas.
Rasional
: Aktivitas yang meningkatkan vasokonstriksi menyebabkan sakit
kepala karena adanya peningkatan tekanan
vaskuler serebral
d.
Anjurkan untuk meminimalkan
aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala
misalkan: mengejang saat BAB, batuk panjang,
membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan
vasokontriksi menyebabkan sakit
kapala karena adanya peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
e . Beri obat analgesic dan antiansietas (Diazepam) sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan menurunkan
rangsang system saraf
simpatik dan dapat mengurangi ketegangan
serta ketidaknyamanan yang
diperberat
oleh stress.
4. Potensial perubahan perfusi jaringan:
serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi.
Tujuan: Perfusi
jaringan tidak ada masalah
Kriteria hasil:
1. Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat
diterima
2. Tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing
3. Nilai
laboratorium dalam batas-batas normal
4. Tanda-tanda vital
stabil
Intervensi
a. Monitor tekanan darah tiap
4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10 menit.
Rasional: Untuk mengevalusi perkembangan penyakit dan keberhasilan
terapi
b. Pertahankan tirah baring pada
posisi semi fowler sampai tekanan darah
dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
Rasional: Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah
ateri berdasarkan gaya grafitasi, konstruksi arteriol pada hipertensi
menyebabkan peningkatan darah pada arteri.
c. Pantau data laboratorium misal: GDA,
kreatinin
Rasional:
Indicator perfusi atau fungsi organ.
d. Anjurkan tidak menggunakan rokok
atau nikotin.
Rasional:
Meningkatkan vasokontriksi.
e. Kolaborasi
pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan inhibitor simpatik (propanolol, atenolol), golongan
vasodilator (hidralazin)
Rasional: Golongan
inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah melalui
efek kombinasi
penurunan tahanan perifer, menurunkan curah jantung,
menghambat syaraf
simpatis, dan menekan pelepasan rennin. Golongan
vasodilator berfungsi untuk merilekkan otot
polos vaskuler.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges
at all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price, S. A., &
Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Rendy,
M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika: yokjakarta
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S.
(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar