Oleh: Liana Sriulina Br Sinulingga
DEKUBITUS
A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.
DEFENISI
Dekubitus adalah
kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus
otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Rendy,
2012).
Dekubitus
atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir, yang disebabkan
karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol dan
adanya tekanan dari luar dalam waktu yang lama. Kompresi jaringan menyebabkan
gangguan suplai darah pada daerah yang tertekan yang menyebabkan insufisiensi
aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan.
Dekubitus atau
luka tekan merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang sering
mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang
atau penyakit degeneratif. Luka tekan tidak hanya berkembang pada pasien yang
berbaring, tetapi dapat juga terjadi pada pasien yang menggunakan kursi roda
atau protese.
2.
ETIOLOGI
Luka
Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
a. Faktor Ekstrinsik
1.
Tekanan
Kulit dan
jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya,
seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama
sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis, tekanan antar muka ( interface pressure).
Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan
matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar dari pada tekanan kapiler rata rata, maka
pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah
untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar
32 mmHg.
2.
Gesekan
dan pergeseran
Gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak.
Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal.
3.
Kelembaban
Akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan
keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan
kulit mudah terkena pergesekan dan
perobekan jaringan. Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka
tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses
dapat merusak permukaan kulit.
4. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang
kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga
memudahkan terjadinya dekubitus.
b. Fase Intrinsik
1.
Usia
Pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas
dan vaskularisasi. Pasien
yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena
kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan
kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan
dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat
kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga
yang merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya
jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin, menurunnya efesiensi kolateral kapiler
pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
2.
Penurunan
sensori persepsi :
Pasien dengan penurunan sensori
persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan
diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka
tekan, karena nyeri merupakan
suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan
saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
3. Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma,
analgetik narkotik.
4. Malnutrisi
:
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan
lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena
kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
5.
Mobilitas
dan aktivitas :
Mobilitas adalah
kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas
adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat
tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,
dipasung). Imobilitas adalah
faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
6.
Merokok
:
Nikotin yang
terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik
terhadap endotelium pembuluh darah.
7.
Temperatur
kulit :
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko
terjadinya luka tekan.
8.
Kemampuan
sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
9. Anemia
10. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus
dan memperlambat
penyembuhannya.
11. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga
mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk
dekubitus.
3.
MANIFESTASI
KLINIK
Manifestasi klinik
sesuai dengan stadiumnya:
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat
diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan
tampak salah satu tanda sebagai berikut :
perubahan temperatur kulit ( lebih
dingin atau lebih hangat ), perubahan
konsistensi jaringan ( lebih keras atau
lunak ), perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang
berkulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap,
biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi,
melempuh, atau membentuk lubang
yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak
sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam.
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta
saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
4. ANATOMI
FISIOLOGI
Kulit terdiri dari 3 lapisan :
a.
Epidermis
Hampir seluruh lapisan epidermis terdiri dari
sel lapisan epidermis dari bagian yang terluar ke dalam, susunannya sebagai
berikut :
1. Stratum Korneum
Lapisan ini merupakan
hasil akhir dari proses keratinisasi dan merupakan
sel yang mati, tidak
mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Stratum Lucidum
Selnya tidak berinti,
protoplasma bening dan mengandung hyaline (eleidin).
3. Stratum
Granulosum
Terdiri dari
sel-sel pipih seperti kumparan dan mengandung butiran-butiran keratohialin yang merupakan fase dalam
pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir-butir stratum granulosum.
4. Stratum
Spinosum
Bentuk selnya
polygonal, protoplasmanya jernih, nukleus terletak di tengah, dalam keadaan
normal selnya selalu mengalami mitosis, sehingga bentuknya berbeda-beda setiap
lapisan.
5. Stratum
Basal
Bentuknya
silinder (tabung) dengan inti yang lonjong. Didalamnya terdapat butir-butir
yang halus disebut butir melanin warna.
b.
Dermis
Dermis
merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh
membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutis. Terdiri dari
jaringan ikat yang terdiri dari serat-serat kolagen dan elastin. Dilapisan
dermis ini terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan saraf, kelenjar,
folikel rambut
Dermis terdiri
dari 2 lapisan :
1. Pars
papilaris, lapisan ini tipis. Di dalam papilla dermis terdapat kapiler pembuluh
darah serta serabut saraf sensorik.
2. Pars
retikularis, lebih tebal dan lebih banyak mengandung jaringan ikat.
Komponen yang terdapat pada dermis :
a. Serabut/jaringan ikat
1. Kologen : Merupakan serabut yang terbanyak yaitu kurang dari 90
% terdiri dari skleroprotein, warnanya putih dan tidak bercabang pada pars
papilaris serabut ini tersusun vertikal, sedangkan pada pars retikularis
tersusun horisontal.
2. Elastin : Tersusun paralel atau menyilang terhadap serabut
kolagen. Warnanya kuning, halus dan bercabang.
3. Retikulin : Halus dan
bercabang-cabang.
b. Bahan dasar ( matriks = ground substance )
c. Sel
c.
Subcutis
Merupakan
jaringan ikat yang longgar yang terdiri dari sel-sel lemak atau limposit.
Sitoplasma mengandung banyak lemak sehingga inti sel terdesak ketepi. Selnya
membentuk kelompok. Fungsinya sebagai pelindung terhadap trauma, penahan panas
dan cadangan makanan.
5. PATOFISIOLOGI
Immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan
berbaring (lebih dari 2 jam), tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg
dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler
berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg), Iskemik, nekrosis jaringan kulit. Selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu:
faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita
dengan posisi dengan setengah berbaring. Faktor terlipatnya kulit akibat
gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan
kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Perubahan patologis di tempat ulkus decubitus
disebabkan karena terlipatnya pembuluh darah, terutama pembuluh darah arteri
dan kapiler di daerah yang terkena ulkus decubitus. Jika aliran darah
terhambat, maka sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil
metabolisme tertumpuk sehingga sulit diangkut. Akhirnya sel mati, kulit pecah
dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka. Jika tekanan berkurang, maka
iskemik segera diikuti oleh hyperemia, yaitu mengalirnya darah dalam jumlah
banyak di daerah tersebut, kemudian daerah itu akan kelihatan merah dan terasa
hangat karena terjadi hyperemia yang merupakan mekanisme untuk mengimbangi, dimana
darah menyuplai daerah itu untuk memberi zat makanan dan menyingkirkan sampah
hasil metabolisme.
6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
1. Perawatan luka
decubitus
2. Terapi fisik,
dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan
yang mati.
3. Terapi obat :
a. Obat antibacterial topical untuk
mengontrol pertumbuhan bakteri
b. Antibiotik prupilaksis agar luka tidak
terinfeksi
4. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang
cepat, maka nutrisi harus adekuat
yang terdiri dari kalori, protein,
vitamin, mineral dan air.
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian
bahan topikal, sistemik ataupun
dengan tindakan bedah dilakukan sedini
mungkin agar reaksi penyembuhan
terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus
dekubitus ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Pengurangan
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Pengurangan
tekanan sangat penting karena ulkus tidak
akan sembuh selama masih ada
tekanan yang berlebihan dan terus
menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
akan menyebabkan proses penyembuhan luka
lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres,
pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti
larutan NaC10,9%, larutan H202 3%
dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan
Burowi serta larutan antiseptik
lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang
terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi
dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan
mempercepat proses penyembuhan ulkus.
Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b. Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan
a. Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b. Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan
fibrinolitik).
c. Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres
c. Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres
dan hidroterapi)
4. Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan test resistensi. Antibiotika sistemik dapat
4. Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan test resistensi. Antibiotika sistemik dapat
diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis.
Ulkus yang terinfeksi
harus dibersihkan beberapa kali sehari
dengan larutan antiseptik seperti larutan
H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat
0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama
UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian
antara lain :
a. Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn
a. Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn
0, Zn SO
b. Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah
b. Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah
bakteri, juga mempunyai efek proliferati
epitel, menambah jaringan
granulasi dan memperbaiki keadaan
vaskular.
c. Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
c. Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek
peningkatan vaskularisasi.
d. Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap
d. Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap
terapi ulkus dekubitus.
6. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus
juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama
ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur
kulit ataupun myocutaneous flap.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Darah lengkap
Peningkatan tertentu
awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau
kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien.
Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan
respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena
respon stres.
2. Biopsi luka, untuk mengetahui jumlah bakteri.
3. Kultur swab, untuk mengidentifikasi tipe
bakteri pada permukaan ulkus.
4. Pembuatan foto klinis, dibuat untuk
memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan
kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
8. KOMPLIKASI
1.Infeksi
2.keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3.Septikemia
4.Anemia
5.Hiperbilirubin
6.Kematian
2.keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3.Septikemia
4.Anemia
5.Hiperbilirubin
6.Kematian
9. PROGNOSIS
Keadaan akan menjadi parah bila penekanan pada area yang luka
terus terjadi. Penekanan dan pergesekan akan membuat luka semakin lama sembuh.
Bila keadaan pasien baik dan aktivitas dibantu minimal maka kesembuhan luka
lebih cepat.
B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.
Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien
diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan,
pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.
Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan
pasien dirawat. Apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh
yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah
diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah
ada kebiasaan merokok, minum alkohol,
minum kopi atau minum obat-obatan.
3.
Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang
pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang
pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat
penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat
penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
4.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita
datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan
integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi
cepat, suhu meningkat dan pernafasan meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran
dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi
kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan
penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa
hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada
sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya
sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda
asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bed rest dengan posisi
miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi
trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan
kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk
thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya
suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk
mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar
atau flat, bising usus mengalami penurunan karena immobilisasi, ada masa karena
konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya
kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang
kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada
tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi
penurunan kekuatan otot. Adanya kontraktur pada ekstremitas atas dan bawah.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran
dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok
neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
i. Pemeriksaan Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit
melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit kepala, rambut dan
kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,
kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu
:
1)
Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu
badan dan
produksi
pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
a) Lesi primer,
yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b) Lesi sekunder
adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang
harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
2) Edema
Selama inspeksi
kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
3) Kelembaban
Normalnya,
kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang
tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan
kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses
menua.
4) Integritas
Yang harus
diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau
infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah
menghasilkan petechie dan echimosis.
7) Palpasi kulit
Yang perlu
diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas,
turgor kulit.
5.
Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak meringis saat luka dibersihkan. Keadaan kulit
tampak kemerahan dan ada luka.
DS: keluarga pasien mengatakan di
punggung kemerahan dan ada luka pada bokong dan mata kaki kanan.
C.
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan
sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri
yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan luka.
3. Resiko
terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus terhadap
feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
4. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia sekunder
terhadap ketidak cukupan masukan oral.
5. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan pembatasan gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan,
kehilangan kontrol motorik atau perubahan status mental.
6. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan
dengan volume cairan dalam waktu lama.
7. Koping individu tak efektif yang berhubungan
dengan luka kronis, perubahan body image.
INTERVENSI
1. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan
sekunder akibat
tekanan, pencukuran dan gesekan.
Tujuan: integritas kulit utuh
Kriteria hasil;
- Mengidentifikasi faktor penyebab luka
decubitus.
- Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan
tindakan.
- Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang
diprogramkan untuk
meningkatkan penyembuhan
luka.
- Menunjukkan
kemajuan penyembuhan decubitus.
Intervensi:
1.
Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan
nekrotik dan kondisi
sekitar luka.
Rasional: Untuk mengetahui sirkulasi pada
daerah yang luka.
2.
Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan
adanya demam.
Rasional: Demam
mengidentifikasikan adanya infeksi.
3.
Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus)
Rasional:
Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
4.
Mengetahui tingkat keparahan pada luka.
Rasional: Mencegah
terpajan dengan organisme infeksius, mencegah
kontaminasi silang,
menurunkan resiko infeksi.
5.
Bersihkan jaringan nekrotik.
Rasional: .
Mencegah auto kontaminasi
6.
Kolaborasi:
a. Irigasi luka.
Rasional: Membuang jaringan nekrotik / luka
eksudat untuk meningkatkan
penyembuhan
b. Beri antibiotik oral,topical, dan
intra vena sesuai indikasi.
Rasional: Mencegah atau mengontrol
infeksi.
c. Ambil kultur luka.
Rasional: Untuk mengetahui pengobatan khusus
infeksi luka.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma kulit,
infeksi kulit dan perawatan luka.
Tujuan ; nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria hasil: pasien dapat beradaptasi dengan nyeri
Intervensi:
1. Tutup
luka sesegera mungkin.
Rasional: . Suhu berubah dan
gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat
pada pemajanan ujung kulit.
2. Tinggikan
ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
Rasional: Untuk menurunkan
pembentukan edema, menurunkan ketidaknyamanan
3. Beri
posisi tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
Rasional: Peninggian
linen dari luka membantu menurunkan nyeri
4. Ubah
posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan
kekakuan sendi
5. Perhatikan
lokasi nyeri dan intensitas
Rasional:
Perubahan lokasi/ intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi
6. Berikan
tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perut, posisi
dengan sering.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan
7. Dorong
penggunaan tehnik manajemen stress.
Rasional: Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan rasa kontrol.
8. Tingkatkan
periode tidur tanpa gangguan.
Rasional: Kekurangan
tidur meningkatkan persepsi nyeri
9. Kolaborasi
untuk pemberian analgetik.
Rasional: mengurangi
rasa nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan pemajangan ulkus dekubitus terhadap
feses/drainase urine.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Tanda- tanda
vital dalam batas normal, luka mengalami granulasi.
Intervensi:
1. Pantau
terhadap tanda- tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
Rasional: Respon
jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan aliran darah dan aliran
limfe(edema, merah, bengkak).
2. Observasi
tanda- tanda vital ( suhu, respirasi rate, nadi, tensi).
Rasional: . Patogen yang
bersirkulasi merangsang hipotalamus untuk menaikkan
suhu tubuh.
3. Cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional: Mencegah terjadinya
infeksi silang dari lingkungan luka ke dalam luka
4. Lakukan
rawat luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
Rasional: . Mencegah
terjadinya invasi kuman dan kontaminasi bakteri.
5. Anjurkan
klien untuk menghabiskan porsi yang tersedian terutama tinggi protein dan
vitamin C.
Rasional: Nutrisi
dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan mengganti jaringan yang rusak dan
mempercepat proses penyembuhan.
6. Jaga
personal higiene (badan, tempat tidur,
pakaian)
Rasional: Sesuatu yang kotor merupakan media yang baik
bagi kuman
7. Kolaborasi dengan tim medisdalam penentuan
antibiotik dan pemeriksaan leukosit dan LED
Rasional: Peningkatan leukosit dan
LED merupakan indikasi terjadinya infeksi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia sekunder terhadap ketidakcukupan masukan oral.
Tujuan: tidak terjadi
perubahan nutrisi
Kriteria hasil: Nutrisi
adekuat (sesuai dengan kebutuhan), tidak mual dan muntah, tubuh terasa segar
dan mampu mempertahankan berat badan.
Intervensi:
1.
Jelaskan pentingnya nutrisi bagi tubuh
Rasional; Nutrisi yang adekuat
akan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit
2. Anjurkan
makan sedikit tapi sering
Rasional: Meminimalkan anoreksia
dan mual sehubungan dengan status uremik
atau menurunnya peristaltik.
3. Berikan
klien daftar makanan yang diijinkan dan dorong klien terlibat dalam pemilihan
menu.
Rasional: Memberikan tindakan kontrol terhadap
pembatasan diet klien dan
meningkatkan nafsu makan klien
4. Lakukan
oral hygiene sebelum makan
Rasional ;
Perawatan mulut membantu meningkatkan nafsu makan klien.
5. Timbang
berat badan tiap hari
Rasional; Terjadinya perubahan
berat badan menunjukkan ketidak seimbangan
Cairan.
6. Auskultasi
bising usus
Rasional:
Immobilitas dapat menurunkan bising usus
7. Kolaborasi
dengan:
a.
Tim gizi
Rasional:
Menentukan kalori dan kebutuhan nutrisi
b.
Pemberian antiemetik
Rasional:
Menghilangkan mual dan muntah sehingga masukan oral meningkat
c.
Tim medis untuk pemberian infus albumin behring
Rasional: Penurunan jumlah
albumin dapat menghambat proses
penyembuhan luka.
5.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan
gerakan yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik
atau perubahan status mental.
Tujuan: pasien mampu
mobilisasi bertahap sampai mandiri.
Kriteria hasil: Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring
kiri dengan dibantu oleh keluarga, keadaan luka membaik.
Intervensi:
1.
Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi
Rasional:
Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat.
2.
Atur posisi klien tiap 2 jam
Rasional: Penghilangan tekanan intermiten
memungkinkan darah masuk
kembali ke kapiler yang tertekan.
3.
Perhatikan sirkulasi, gerakan dan sensasi secara sering
Rasional; . Sirkulasi yang terganggu akan
dapat menyebabkan oedem
4. Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara
konsisten yang diawalai
dengan pasif
kemudian aktif
Rasional: Mencegah secara progresif untuk engencangkan
jaringan parut dan
meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi.
5. Dorong partisipasi klien
dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: Meningkatkan
kemandirian dan harga diri
6. Buat jadwal latihan secara teratur
Rasional: Mengurang
kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas
7.
Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi,
hidroterapi, dan perawatan
Rasional:
Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal
8.
Kolaborasi
dengan fisioterapi
Rasional:
membantu melatih pergerakan.
6. Perubahan
perfusi jaringan yang berhubungan dengan volume cairan dalam waktu lama.
Tujuan: tidak terjadi perubahan
perfusi jaringan.
Kriteria hasil:
-
Klien dapat memperlihatkan penurunan tanda dan gejala
kerusakan jaringan
-
Klien dapat mempertahankan sirkulasi perifer seperti
yang ditunjukkan oleh berkurangnya ulkus,oedem, dan warna ekstremitas yang baik
-
Klien dapat mengatakan rasa nyerinya berkurang
-
Klien mengurang penggunaan obat-obatan penghilang rasa
nyeri
-
Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Intervensi:
1. Instruksikan
program latihan atau ROM aktif/ pasif pada ekstremitas setiap 2 jam sebagaimana
yang diperlukan.
Rasional: Latihan dapat
meningkatkan sirkulasi yang adekuat dan
pembentukan darah kolateral
2. Jaga
ketinggian kaki atau sedikit lebih rendah dari pada jantung.
Rasional: Gaya
gravitasi meningkatkan sirkulasi arteri dan menurunkan rasa nyeri
3. Awasi
tanda- tanda vital, perhatikan kekuatan dan kesamaan nadi perifer.
Rasional; Indikator umum status sirkulasi keadekuatan
perfusi
4. Kaji warna kulit dan suhu pada daerah yang
immobilisasi.
Rasional: Perubahan
warna kulit dan penurunan suhu mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi yang
bisa mengakibatkan nekrosis jaringan
5. Kolaborasi
pemberian cairan intra vena sesuai indikasi.
Rasional: Mempertahan volume
sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi
jaringan
6. Awasi
pemeriksaan laboratorium, contoh Hb/Ht
Rasional: Indikator hipovolemia/ dehidrasi
yang dapat mengganggu perfusi
jaringan
7. Koping
keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan body image.
Tujuan: koping
keluarga efektif
Kriteria hasil:
-
Keluarga mampu
mengungkapkan perasaannya tentang perubahan penampilan pada klien.
-
Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya,
kedukaan dan adanya sesuatu yang hilang pada klien
-
Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
-
Keluarga memberi
support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup selanjutnya.
Intervensi:
1. Bina
hubungan saling percaya
Rasional;
Menimbulkan kepercayaan pada perawat sehingga mempermudah melakukan komunikasi
untuk tindakan selanjutnya.
2. Berikan
kesempatan kelurga dan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat ini dengan
memvalidasi dan mengobservasi perasaan keluarga dan klien.
Rasional: Membantu
mengurangi beban pikiran klien dan keluarga karena perasaanya tersalurkan dan
perawat mengetahui penyebab masalahnya
3. Berikan
informasi yang diperlukan klien dan keluarga tentang proses terjadinya ulkus
Rasional: Membantu
mengurangi ketakutan dan kecemasan klien dan keluarga
4. Libatkan
klien dan keluarga dalam rencana perawatan yang lebih lanjut.
Rasional:
Menjadikan klien dan keluarga bagian dari rencana keperawatan dan membantu
klien menerima kenyataan yang ada.
5. Anjurkan
keluarga untuk selalu memberi reinforcement positif dan support mental pada
klien.
Rasional: Dukungan keluarga
sangat membantu dalam meningkatkan
kepercayaan diri klien
6. Tunjukkan
sikap menerima terhadap perubahan body image, kali perasaan malu atas perubahan
fisiknya dan kaji perubahan penerimaan keluarga juga adanya negatif pada diri
klien.
Rasional: Memberikan rasa
percaya diri pada klien dan membantu
menghilangkan perasan
negatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Price, S. A., &
Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Rendy,
M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Nuha Medika: yokjakarta
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S.
(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar