Rabu, 16 Oktober 2013

Penyakit Ginjal Kronik (PGK)




Oleh : Liana Sriulina Br Sinulingga


PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK)

A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS                      
1.      DEFENISI
Penyakit ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).  (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 2006).


2.      ETIOLOGI
a.         Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
b.         Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis   maligna, stenosis arteria renalis
c.         Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
d.        Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
e.         Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
f.          Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
g.         Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
h.         Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolitiasis


3.      MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik  antara lain (Long, 1996 : 369):
a.       Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b.      Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, edema yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

             Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,  
 (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -  angiotensin aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.       Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b.      Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c.       Gangguan  gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.
d.      Gangguan  muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e.       Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f.       Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g.   Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h.   System hematologi
anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.


4.      ANATOMI  FISIOLOGI
Sistem urinarius terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal merupakan organ yang berpasangan  dengan berat masing-masing kurang lebih 125 gram, terletak di sebelah lateral vertebra torakalis bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa  darah kembali ke vena cava inferior. Ginjal dengan efesien dapat membersihkan bahan limbah karena aliran darah melalui ginjal jumlahnya sangat besar, 25% dari curah jantung.
Urine terbentuk dalam unit-unit fungsional ginjal yang disebut nefron. Urine yang terbentuk akan mengalir ke dalam duktus pengumpul dan tubulus renal yang menyatu membentuk pelvis renal. Setiap pelvis renal akan membentuk ureter. Ureter merupakan pipa panjang dengan dinding sebagian besar otot polos. Organ ini menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih dan berfungsi sebagai pipa untuk menyalurkan urin.

Kandung kemih merupakan organ berongga yang terletak disebelah anterior tepat dibelakang os pubis. Organ ini berfungsi sebagai wadah sementara untuk menampung urin. Sebagian besar dindingnya tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus detrusor. Kontraksi otot ini terutama berfungsi saat akan mengosongkan kandung kemih pada saat buang air kecil.

Fungsi ginjal yang utama mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah, dan mengatur tekanan darah. Urin yang terbentuk diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan melalui uretra.

Ciri penting sistem renal terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi terhadap beban muatan cairan yang sangat bervariasi, sesuai kebiasaan dan pola hidup individu. Ginjal harus mampu mengekskresikan berbagai produk limbah makanan dan metabolism dalam jumlah besar. Setiap hari jumlah produk tersebut berkisar 1-2 liter air, 6-8 gram garam, 6-8 gram kalium klorida, dan 70 mg asam, serta ureum yang merupakan produk akhir metabolism protein.

5.      PATOFISIOLOGI

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
-          Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
-          Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
-          Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
-          Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
-          Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
-          Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
-          Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
-          Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
                                                                                72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85


6.      PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a)      Konservatif
-          Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
-          Observasi balance cairan
-          Observasi adanya odema
-          Batasi cairan yang masuk
b)      Dialysis
-          peritoneal dialysis
      biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
      Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut  adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )  
-          Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
-          AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
-          Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c)      Operasi
-          transplantasi ginjal.


7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain :
1.Pemeriksaan lab.darah
-          hematologi
      Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
-          RFT ( renal fungsi test )
      ureum dan kreatinin
-          LFT (liver fungsi test )
-          Elektrolit
      Klorida, kalium, kalsium
-          koagulasi studi
      PTT, PTTK
-          BGA
2. Urine
-          urine rutin
-          urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. pemeriksaan kardiovaskuler
-          ECG
-          ECO
4. Radidiagnostik
-          USG abdominal
-          CT scan abdominal
-          BNO/IVP, FPA
-          Renogram
-          RPG ( retio pielografi )

8.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain:
1.      Hiperkalemia, Akibat penurunan eksresi asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diit berlebih
2.      Perikarditis, efusi perincalkdial dan temponade jantung
3.      Hipertensi, Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem rennin angioaldosteron
4.      Anemia, Akibat penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, pendarahan gastrointestinal akibat iritasi
5.      Penyakit tulang, Akibat retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium.

9.      PROGNOSIS
Prognosa penyakit ini akan baik bila mengikuti peraturan diit dari bagian gizi, mengikuti semua peraturan khusus penyakit ginjal agar dapat memperpanjang hidup. Bila tidak mengikuti aturan akan memperberat komplikasi dan dapat menyebabkan kematian.


B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

1.        Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.

2.        Riwayat Kesehatan
 Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol,  minum kopi atau minum obat-obatan.

3.        Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.

4.        Pemeriksaan Fisik
·           Keadaan umum: bagaimana keadaan pasien yang menyebabkan dirawat. Dilakukan  pemeriksaan  tekanan  darah,  nadi  dan  suhu.  Nadi  dapat  meningkat  pada  keadaan  kesakitan  pada  retensi  urine  akut,  dehidrasi  sampai  syok  pada  retensi  urine  serta  urosepsis  sampai  syok – septik.

·           Kepala dan leher, apakah pasien mengeluh sakit kepala, penglihatan apakah ada masalah seperti kabur, penglihatan ganda, pakai kacamata atau tidak, apakah pernah operasi mata. Pendengaran apakah ada gangguan seperti nyeri, radang atau berdengung. Hidung apakah ada polip, epitaksis, sinus dan alergi. Tenggorokan dan mulut dilihat apakah ada caries, gigi palsu, gangguan bicara, gangguan menelan, dan apakah ada pembesaran kelenjar leher.
·           Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas. Pada perkusi apakah ada cairan atau massa, apakah ada ronchi, wheezing, krepitasi. Apakah ditemukan clubbing finger.
·           Sistem pencernaan, turgor kulit elatis atau tidak, bibir lembab atau tidak, mukosa adakah radang, warna kemerahan atau pucat. Kaji abdomen pada ke empat kuadran, auskultasi bising usus. Pemeriksaan  abdomen  juga dilakukan  dengan  tehnik  bimanual  untuk  mengetahui  adanya  hidronefrosis,  dan  pyelonefrosis.  Pada  daerah  supra  simfisis  pada  keadaan  retensi  akan  menonjol.  Saat  palpasi  terasa  adanya  ballotemen  dan  pasien  akan  terasa  ingin  miksi. Perkusi  dilakukan  untuk  mengetahui  ada  tidaknya  residual  urine. Rectal  touch / pemeriksaan  colok  dubur  bertujuan  untuk  menentukan  konsistensi  sistim  persarafan  unit  vesiko  uretra  dan  besarnya  prostat.  Dengan  rectal  toucher  dapat  diketahui  derajat  dari  BPH,  yaitu : derajat  I  beratnya  ±  20 gram, derajat  II  beratnya  antara  20 – 40  gram, derajat  III  beratnya  > 40  gram.
·           Sistem kardiovaskuler, observasi bentuk dada pasien, apakah ada sianosis, capillary refill time, apakah tampak atau teraba ictus cordis, pembesaran jantung, BJ I, BJ II, gallop, murmur.
·           Sistem persarafan, kaji bagaimana tingkat kesadaran, GCS, adanya kejang, kelumpuhan, adakah gangguan dalam mengatur gerak, reflex abnormal, kaji cranial nerves.
·           Sistem musculoskeletal, kaji adanya nyeri otot, reflex sendi, kekuatan otot, atropi, range of motion.
·           Sistem integumen, nilai warna, turgor, kelembaban dan kelainan dari kulit.
·           Sistem reproduksi, pada pria adakah pembesaran prostat. Pemeriksaan  skrotum  untuk  menentukan  adanya  epididimitis
·           Sistem perkemihan, nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya, kaji penis  dan  uretra  untuk  mendeteksi  kemungkinan  stenose  meatus,  striktur  uretra,  batu  uretra,  karsinoma  maupun  fimosis.

5.    Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak kesakitan, memegang bagian perut /pinggang yang sakit,      
DS:  pasien mengatakan sakit saat  buang air kecil, setelah buang air kecil rasanya tidak lampias,, tidak bisa buang angin.

C.  ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema  
          sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
3.    Perubahan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
4.    Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
                     kompensasi melalui alkalosis respiratorik
  1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
7.      Kurang pengetahuan tentang  kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
  1. Berduka disfungsional b.d kehilangan atau perubahan gaya hidup, perubahan
     Penampilan.
  1. Ansietas b.d proses penyakitnya.


INTERVENSI

 

Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi
kriteria hasil : mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a.       Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b.      Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c.       Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d.      Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a.       Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b.      Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c.       Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d.      Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a.       Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b.      Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c.       Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d.      Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e.       Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a.       Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b.      Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c.       Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d.      Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
-          Mempertahankan kulit utuh
-          Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a.       Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b.      Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c.       Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d.      Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e.       Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f.       Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g.      Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h.      Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a.       Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b.      Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c.       Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d.      Pertahankan status nutrisi yang adekuat

Kurang pengetahuan tentang  kondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
a.       Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
b.      Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala CKD  serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa ).
c.       Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
d.      Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
e.       Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.

 Berduka disfungsional b.d kehilangan atau perubahan gaya hidup, perubahan penampilan
     Tujuan: mampu mengekspresikan apa yang diinginkan atau apa yang dirasakan secara terbuka.
     Kriteria hasil: mampu mendiskusikan kehilangan dan berpartisipasi dalam perencanaan dimasa datang.
Intervensi:
a.    Kaji derajat penurunan tingkat koping pasien.
Rasional: informasi ini bermanfaat untuk memahami seberapa banyak pasien mampu melakukan sesuatu untuk mempertahankan tingkat kemandiriannya yang tertinggi dan untuk memberikan anjuran agar dapat membantu individu dalam mengatasi kehilangan.
b.    Hormati keinginan pasien untuk tidak berbicara.
     Rasional: mungkin tidak siap untuk menghadapi perasaan berduka.
c.    Bersikap tulus, jangan memberikan jaminan yang tidak pasti.
Rasional: ketulusan dapat meningkatkan hubungan saling percaya.
d.   Berikan lingkungan yang terbuka dimana pasien merasa bebas untuk dapat mendiskusikan perasaan dan masalah secara realistis.
Rasional: kemampuan komunikasi terapeutik seperti aktif mendengarkan, diam, selalu bersedia, dan pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk berbicara secara bebas dan berhadapan dengan perasaan.
e.    Identifikasi tingkat rasa duka/disfungsi
Rasional: kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
1)   Penyangkalan: waspada terhadap tingkah laku menghindar, rasa marah, menarik diri. Izinkan pasien untuk berbicara mengenai apa yang menjadi pilihannya dan tidak mencoba untuk memaksa pasien ”menghadapi fakta”.
Rasional: menolak realita adalah fase penting dimana pasien akan melindungi dirinya dari rasa sakit dan realita mengenai ancaman kehilangan.
2)   Marah: catat tingkah laku menarik diri, kurangnya kerja sama, dan ekspresi langsung marah. Pahami bahasa tubuh dan kaji artinya dengan pasien. Dorong/izinkan verbalisasi rasa marah dengan menghargai perasaan dan persiapan batas-batas mengenai tingkah laku yang destruktif.
Rasional: penolakan akan menimbulkan perasaan marah, gusar, bersalah, benci. Pasien akan menemukan bahwa sulit untuk menunjukkan rasa marah secara langsung dan mungkin akan merasa bersalah mengenai rasa marah. Meskipun staf sulit untuk berhadapan dengan tingkah laku marah, penerimaan akan hal tersebut akan membuat pasien dapat mengatasi rasa marah dan mengarah pada tingkah laku koping yang lebih efektif.
3)   Tawar menawar: hati-hati terhadap pernyataan seperti”...jika saya melakukan hal ini, maka akan menyelesaikan masalah”. Izinkan verbalisasi tanpa konfrontasi mengenai realita.
Rasional: tawar menawar dengan pemberi perawatan atau Tuhan seringkali terjadi, mungkin berguna untuk memilai resolusi dan penerimaan. Pasien mungkin dapat mengatasi rasa bersalah mengenai hal-hal yang dilakukan dan yang tidak dilakukan.
4)   Depresi: berikan pasien izin dimana dia berada, berikan kenyamanan dan juga perawatan untuk kebutuhan fisik.
Rasional: jika pasien tidak lagi dapat menolak realita kehilangan, perasaan tidak berdaya dan putus asa akan menggantikan rasa marah. Pasien membutuhkan informasi bahwa hal ini adalah perkembangan perasaan yang normal.
5)   Penerimaan: menghargai kebutuhan pasien dan harapannya untuk ketenangan, privasi dan berbicara.
Rasional: setelah melewati penyangkalan, rasa marah dan depresi, pasien seringkali memilih untuk sendiri dan tidak ingin banyak berbicara pada saat itu. Pasien mungkin masih memiliki sedikit harapan yang dapat mendukungnya terhadap apapun yang terjadi saat itu.
f.     Dengarkan dengan aktif pandangan pasien dan selalu sedia untuk membantu jika diperlukan.
Rasional: proses berduka tidak berjalan dalam cara yang teratur, tetapi fluktuasinya dengan berbagai aspek dari berbagai tingkat yang muncul pada suatu kesempatan. Jika prosesnya bersifat disfungsional atau perpanjangan, intervensi yang lebih agresif mungkin dibutuhkan untuk mempermudah proses.
g.    Identifikasi dan solusi pemecahan masalah untuk keberadaan respon fisik seperti makan, tidur dan aktivitas.
Rasional: mungkin dibutuhkan tambahan bantuan untuk berhadapan dengan aspek-aspek fisik dari rasa berduka.


Ansietas b.d proses penyakitnya.
Tujuan: pasien memahami dan mendiskusikan rasa takut.
Kriteria hasil:
-       Menunjukkan kewaspadaan akan perasaan ansietas dan cara-cara sehat untuk menghadapinya
-       Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif.
Intervensi Keperawatan:
a)    Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernafasan.
Rasional: perubahan tanda vital mungkin menunjukkan ansietas yang dialami pasien.
b)   Pahami rasa takut/ansietas. Validasi observasi dengan pasien, misalnya ”apakah anda takut?”
Rasional: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
c)    Kaji tingkat/realita bahaya bagi pasien dan tingkt ansietas dengan mengamati tingkah laku seperti tangan yang mencekram, mata yang membesar, alis berkerut, penyerangan verbal/fisik.
Rasional; respon individu bervariasi tergantung kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
d)   Catat pembatasan fokus perhatian (mis, konsentrasi pasien terhadap suatu hal pada waktu tertentu).
Rasional; penyempitan fokus umumnya merefleksikan rasa takut/ kepanikan yang luar biasa.
e)    Observasi isi dan pola pembicaraan: cepat/lambat, tekanan, kata-kata yang digunakan, tertawa.
Rasional: menyediakan petunjuk mengenai faktor-faktor seperti tingkat ansietas, kemampuan untuk memahami kerusakan otak ataupun kemungkinan perbedaan bahasa.
f)    Nyatakan realita dari situasi seperti apa yang dilihat pasien, tanpa mempertanyakan apa yang dipercaya.
Rasional; pasien mungkin perlu menolak realitas sampai siap untuk menghadapinya. Sangat tidak berguna untuk memaksa pasien menghadapi kenyataan.
g)   Evaluasi mekanisme koping yang digunakan untuk berhadapan dengan perasaan ataupun ancaman yang sesungguhnya.
Rasional: penolakan dan regresi mungkin dapat membantu mekanisme koping.
h)   Ulangi mekanisme koping yang digunakan pada waktu lampau, misalnya kemampuan memecahkan masalah, pengenalan/permintaan bantuan.
Rasional: memberi kesempatan untuk membangun sumber yang dapat digunakan secara baik oleh pasien.
i)     Pertahankan kontak dengan pasien atau orang terdekat. Selalu sedia untuk mendengarkan dan bicara jika dibutuhkan.
Rasional: memantapkan hubungan, meningkatkan ekspresi perasaan dan membantu pasien dan orang terdekat untuk melihat realita.
j)     Identifikasi cara-cara dimana pasien mendapat bantuan jika dibutuhkan.
Rasional; memberikan jaminan bahwa staf bersedia untuk membantu.
k)   Temani atau atur supaya ada seseorang bersama pasien.
Rasional; dukungan yang terus menerus membantu pasien memperoleh kembali kontrol lokus internal dan mengurangi ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
l)     Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan pasien. Menjawab pertanyaan dengan bebas dan jujur dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional: informasi yang kompleks atau informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi, dan pada waktu kesempatan meningkat dan fakta telah diberikan, individu akan menerima untuk apa mereka telah siap.
m)  Hindari harapan kosong, misalnya pernyataan semua akan berjalan lancar. Lebih baik menyediakan informasi yang spesifik seperti denyut jantung anda teratur, rasa sakit dapat dengan mudah dikontrol dan itu yang kita inginkan.
Rasional: harapan palsu akan diinterpretasikan sebagai kurangnya pemahaman atau kejujuran.
n)   Gunakan sentuhan, sentuhan terapeutik, masase dan terapi lainnya sesuai indikasi.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia, penurunan rasa terisolasi dan membantu pasien untuk mengurangi perasaan kuatir. Sentuhan terapeutik adalah metode menggunakan tangan secara langsung ke arah kekuatan manusia untuk membantu ataupun untuk menyembuhkan.



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E,  Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Mansjoer, arif, et all (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid II. Medika Aeskulapius FKUI: Jakarta.
Purnomo, B., B ( 2000), Dasar-dasar Urologi, Sagung Seto, Jakarta
Rendy, M.C & Margareth (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha Medika: yokjakarta


 

 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar