Oleh:
Liana Sriulina
HERNIA PULPOSUS NUKLEUS (HNP)
I. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A. DEFINISI
Diskus intervertebralis adalah lempengan katilago
yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan
fibrosa ini digabung dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah
diskus disebut nucleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nucleus pulposus
(Brunner & Suddarth, 2002)
HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna vertebralis
pada diskus intervertebralis (Harsono,
2000).
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya HNP :
1.
Aliran darah ke discus berkurang
2.
Beban berat
3.
Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika
beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus
pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada
di canalis vertebralismenekan radiks
C. MANIFESTASI KLINIK
Nyeri dapat
terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang), atau
lumbal. Manifestasi klinik tergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut
atau kronik) dan pengaruh pada stuktur sekitarnya. Nyeri pada punggung bawah
yang berat, kronik dan berulang (kambuh)
Tanda dan gejala
sesuai dengan lokasi, seperti:
.
1. Hernia Lumbosakralis:
Gejala pertama biasanya terjadi nyeri punggung bawah (low back pain)
yang mula-
mula berlangsung secara periodik, kemudian menjadi menetap. Gejala
patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas
antara 2
prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan
tungkai. “Low
back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhi sebelah
tungkai
(nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk
mengatasi nyeri
tersebut.
2.
Diskus intervertebral lumbalis yang prolaps adalah:
- Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk
tulang belakang.
- Nyeri radikuler pada paha, betis,
dan kaki
- Kombinasi paresthesi, lemah, dan
kelemahan reflex
3. Hernia servikalis
- Paresthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
- Atrofi di daerah biceps dan triceps
- Refleks biceps yang menurun atau
menghilang
- Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
4. Hernia thorakalis
- Nyeri radikal
- Melemahnya anggota tubuh bagian
bawah dan dapat menyebabkan kejang
Paraparesis
- Serangannya
kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
D. ANATOMI FISIOLOGI
Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur
fleksibel yang
dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
a. Cervicales (7)
b. Thoracicae (12)
c. Lumbales (5)
d.
Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
e.
Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)
Tulang
vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang rawan.
Bagian anterior
columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama
lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat
oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis
posterior.
Diskus invertebralis
menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di
daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna
vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Discus
intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nucleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi
columna vertebralis.
Dengan
bertambahnya usia, kadar air nucleus pulposus menurun dan diganti oleh
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur,
dan sukar dibedakan dari anulus.
Ligamen
longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering
terjadi di bagian postero lateral.
E. PATOFISIOLOGIS
Protusi ataub rupture nucleus pulposus biasanya didahului
dengan perubahan generative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan
protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nucleus pulposus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada
herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang
seperti mengangkat) kartilago dapat cedera. Pada kebanyakan pasien gejala
trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera
pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian
pada degenerasi diskus, kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis atau
mungkin rupture dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus
dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nucleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria
radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi
di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks
yang terkena. Lagi pula, oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah
tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nucleus
pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua corpora
vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
F. PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN MEDIK
1.
Pembedahan
Tujuan: mengurangi tekanan pada radiks
saraf untuk mengurangi nyeri dan
mengubah defisit neurologi.
Macam pembedahan:
a, Disektomi: mengangkan fragmen herniasi atau
yang keluar dari diskus
intervertebral.
b. Laminektomi:
mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis,
memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi
dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medulla dan radiks.
c. Laminotomi:
pembagian lamina vertebra
d. Disektomi
dengan peleburan.
2.
Immobilisasi: immobilisasi dengan menggunakan kolor servical, traksi atau brace
3.Traksi:
traksi servical yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada
katrol dan beban.
4.
Meredakan nyeri: kompres lembab panas, analgetik, sedative, relaksan otot, obat
anti
inflamasi
dan jika diperlukan kortikosteroid.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
RO Spinal:
memperlihatkan perubahan degenerative pada tulang belakang
2.
MRI: untuk melokalisasi protusi diskus kecil sekalipun
terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3.
CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan
patologinya tidak terlihat pada MRI
4.
Elektromiografi (EMG): untuk melokalisasi radiks saraf
spinal khusus yang terkena.
H.
KOMPLIKASI
1.
Infeksi luka
2.
Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal
3.
Kelumpuhan
I.
PROGNOSIS
Terapi
konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang praktis
dengan kesembuhan maksimal.Kelemahan fungsi motorik dapat menyebabkan
atrofy otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.
II.
TINJAUAN
TEORITIS KEPERAWATAN
1. Identitas
klien dan penanggung jawab
Identitas pasien
diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan,
pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan
nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2. Riwayat
Kesehatan
Mengkaji apakah
penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, kebiasaan saat sakit kemana minta
pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Saat
ini apa keluhan yang menyebabkan pasien dirawat,
3. Riwayat
Penyakit
Penyakit apa yang
pernah diderta oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lainyang
pernah di derita oleh pasien. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lainyang bersifat genetic
maupun tidak.
4. Pemeriksaan
Fisik
a. Keadaan umum
b. Pemeriksaan
persistem
·
Sistem persepsi dan sensori, mencakup
pemeriksaan lima indera penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap, perasa.
·
Sistem persarafan, kaji bagaimana tingkat
kesadaran, GCS, reflex
bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat.
·
Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas,
kualitas, suara dan jalan nafas.
·
Sistem kardiovaskuler, nilai kemampuan menelan
pasien, nafsu
makan/minum, peristaltik, eliminasi.
·
Sistem integumen, nilai warna, turgor, tekstur
dari kulit.
·
Sistem reproduksi
·
Sistem perkemihan, nilai frekuensi buang air
kecil dan jumlahnya
c. Data
Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
DO: ekspresi wajah tampak kesakitan,
memegang bagian tubuh
yang
sakit
DS:
pasien mengatakan nyeri pada punggung
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme
otot.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d dengan
nyeri, spasme otot, terapi restriktif
dan kerusakan neuromuskulus.
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping
individu.
4. Gangguan eliminasi alvi
(konstipasi) b.d kurangnya aktifitas
(immobilisasi)
5. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi
tentang kondisi, prognosa dan tindakan pengobatan.
C. ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme
otot
Tujuan : nyeri berkurang atau rasa
nyaman terpenuhi
Kriteria : - Klien
mengatakan tidak terasa nyeri.
-
lokasi nyeri minimal
-
keparahan nyeri berskala 0
- Indikator nyeri verbal dan noverbal
(tidak menyeringai)
Intervensi :
1.
Kaji keluhan nyeri dan bantu klien untuk menentukan
batas nyeri dengan skala 1-10.
Rasional: pengetahuan terhadap
skala nyeri untuk dapat melakukan tindakan
sesuai dengan
intensitas nyeri.
2.
Ajarkan tehnik untuk menurunkan ambang nyeri seperti
mengajarkan metode relaksasi, mengatur pernapasan, dan menggunakan obat
analgetika. Rasionalnya: tehnik relaksasi, dan mengatur pernapasan dapat
menurunkan ambang rasa nyeri. Sedangkan obat dapat menghambat reseptor nyeri
yang ada di otak
3.
Kaji tanda vital pasien.
Rasionalnya: perubahan tanda vital dapat digunakan sebagai indikator
adanya perubahan intensitas nyeri.
4.
Batasi pergerakan klien.
Rasionalnya: untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada syaraf tulang
belakang dan mengurangi nyeri
5.
Beri tempat
tidur klien dengan alas yang keras (papan).
Rasionalnya: untuk menjaga
posisi tulang punggung tidak berubah.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat analgetika
Rasional: menghambat reseptor
nyeri yang ada di otak
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
neuromuskulus
Tujuan : Klien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil : - Tidak terjadi kontraktur sendi
-
Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas
Intervensi
1.
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
Rasionalnya: untuk menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit. Rasionalnya:
gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang
sakit.
Rasionalnya: otot volunter
akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
4.
Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang
tertekan setelah perubahan posisi
Rasionalnya: memperlancar peredaran darah dan mencegah perlukaan
3. Gangguan
eliminasi alvi (konstipasi) b.d kurangnya aktifitas (immobilisasi)
Tujuan: Klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil: - Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar
tanpa
menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak
teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30
kali permenit )
Intervensi :
1.
Auskultasi
bising usus, catat lokasi dan karakteristik.
Rasional: bising usus menandakan usus berfungsi normal.
2.
Observasi distensi abdomen bila bising usus menurun
atau tidak ada.
Rasional: peristaltik menghilang pada distensi abdomen atau meningkat
bila terjadi
gangguan usus.
3.
Catat
frekwensi, karakteristik dan banyaknya tinja.
Rasional : mengidentifikasi
derajat gangguan dan tingkat perbaikan konstipasi.
4.
Anjurkan
untuk makan tinggi serat, banyak minum dan makan buah-buahan.
Rasional: makanan tinggi serat
menjadikan tinja lunak, banyak minum mengurangi penyerapan pada tinja
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
laksatif supositoria.
Rasional: merangsang
peristaltik sehingga memudahkan pengeluaran tinja.
4.
Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Tujuan : Rasa cemas
klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil : -
Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
- Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi
1.
Kaji tingkat
cemas klien, bagaimana klien memecahkan masalah dan koping apa yang
digunakan.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan dan
keterampilan klien dalam memecahkan
masalah.
2.
Berikan informasi akurat dan jawab setiap pertanyaan
klien.
Rasional:
memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan sesuai dengan
pengetahuannya.
3.
Memberikan
kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional: hal tersebut dapat diberikan
pada klien agar dapat mengungkapkan
perasaannya untuk meningkatkan
koping sesuai dengan
4.
Evaluasi
status psikologis dan tanda vital.
Rasional: untuk menilai sejauh mana
perkembangan dari intervensi yang diberikan.
5.
Kurangnya
pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
Tujuan: pengetahuan pasien bertambah tentang
penyakitnya
kriteria hasil: - pasien mampu menyebutkan apa
penyebab, cara perawatan
dan pencegahannya
intervensi:
1.
Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan
pembatasan kegiatan.
Rasional: agar pasien mengetahui penyakitnya,
aktivitas apa yang bisa dilakukan dan sebaliknya.
2.
Berikan
informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan
sepatu penyokong.
Rasional: gerakan yang tepat meminimalkan masalah
3.
Anjurkan untuk menggunakan papan/matras yang kuat,
bantal kecil yang agak datar
dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan,
hindari posisi telungkup.
Rasional: posisi tulang punggung tidak berubah
4.
Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu
diperhatikan seperti nyeri tusuk,
kehilangan sensasi/kemampuan untuk berjalan.
Rasional: pasien mengenal tanda yang memerlukan
evaluasi medik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Buku ajar medical bedah. (Edisi 8)
(vol.2). EGC: Jakarta
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler
A.C., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta
Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit . (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Sudoyo. A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar