Senin, 21 Oktober 2013

HERNIA PULPOSUS NUKLEUS (HNP)



Oleh: Liana Sriulina

HERNIA PULPOSUS NUKLEUS (HNP)

I.    TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A.    DEFINISI
Diskus intervertebralis adalah lempengan katilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabung dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nucleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nucleus pulposus (Brunner & Suddarth, 2002)

          HNP adalah Suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik dikolumna vertebralis   
          pada diskus intervertebralis (Harsono, 2000).

B.     ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1.   Aliran darah ke discus berkurang
2.   Beban berat
3.   Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis vertebralismenekan radiks

C.    MANIFESTASI KLINIK

Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang), atau lumbal. Manifestasi klinik tergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada stuktur sekitarnya. Nyeri pada punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh)

Tanda dan gejala sesuai dengan lokasi, seperti:
.                1. Hernia Lumbosakralis:
    Gejala pertama biasanya terjadi nyeri punggung bawah (low back pain) yang mula- 
    mula berlangsung secara periodik, kemudian menjadi menetap. Gejala
    patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang terbatas antara 2
    prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan tungkai. “Low
    back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhi sebelah tungkai
   (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri
    tersebut.

2. Diskus intervertebral lumbalis yang prolaps adalah:
                - Kekakuan/ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
                    - Nyeri radikuler pada paha, betis, dan kaki
                    - Kombinasi paresthesi, lemah, dan kelemahan reflex

                 3. Hernia servikalis
                     - Paresthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
                     -  Atrofi di daerah biceps dan triceps
                    Refleks biceps yang menurun atau menghilang
                    -  Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.

                 4.   Hernia thorakalis
                      - Nyeri radikal
                      - Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dan dapat menyebabkan kejang                       
                        Paraparesis
- Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia

D.    ANATOMI  FISIOLOGI
     Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang   
      dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.
     Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
     a.       Cervicales (7)
     b.      Thoracicae (12)
     c.       Lumbales (5)
               d.      Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
               e.       Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang rawan.
Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate), nucleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.



Dengan bertambahnya usia, kadar air nucleus pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus.
Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.


E.     PATOFISIOLOGIS
Protusi ataub rupture nucleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan generative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nucleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nucleus. Setelah trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera. Pada kebanyakan pasien gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi diskus, kapsulnya mendorong kearah medulla spinalis atau mungkin rupture dan memungkinkan nucleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.

Hernia nucleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagi pula, oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi hernia nucleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua corpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

F.     PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
1.        Pembedahan
      Tujuan: mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan  
       mengubah defisit neurologi.
      Macam pembedahan:
a,  Disektomi: mengangkan fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus  
      intervertebral.
b.      Laminektomi: mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medulla dan radiks.
c.       Laminotomi: pembagian lamina vertebra
d.      Disektomi dengan peleburan.
2. Immobilisasi: immobilisasi dengan menggunakan kolor servical, traksi atau brace
3.Traksi: traksi servical yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada 
              katrol dan beban.
4. Meredakan nyeri: kompres lembab panas, analgetik, sedative, relaksan otot, obat anti
inflamasi dan jika diperlukan kortikosteroid.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.          RO Spinal: memperlihatkan perubahan degenerative pada tulang belakang
2.         MRI: untuk melokalisasi protusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
3.         CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologinya tidak terlihat pada MRI
4.         Elektromiografi (EMG): untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

H.    KOMPLIKASI
1.         Infeksi luka
2.         Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal
3.         Kelumpuhan

I.       PROGNOSIS
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal.Kelemahan fungsi motorik  dapat menyebabkan atrofy otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.


II.                TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.    Identitas klien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.    Riwayat Kesehatan
Mengkaji apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Saat ini apa keluhan yang menyebabkan pasien dirawat,
3.    Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderta oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lainyang pernah di derita oleh pasien. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lainyang bersifat genetic maupun tidak.
4.    Pemeriksaan Fisik
a.        Keadaan umum
b.      Pemeriksaan persistem
·           Sistem persepsi dan sensori, mencakup pemeriksaan lima indera penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap, perasa.
·     Sistem persarafan, kaji bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflex      
     bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat.
·     Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
·     Sistem kardiovaskuler, nilai kemampuan menelan pasien, nafsu  
    makan/minum, peristaltik, eliminasi.
·     Sistem integumen, nilai warna, turgor, tekstur dari kulit.
·     Sistem reproduksi
·     Sistem perkemihan, nilai frekuensi buang air kecil dan jumlahnya
c.       Data Fokus ( kemungkinan ditemukan DO & DS )
           DO: ekspresi wajah tampak kesakitan, memegang bagian tubuh
                   yang sakit
           DS:  pasien mengatakan nyeri pada punggung


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
            1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d dengan nyeri, spasme otot, terapi restriktif
    dan kerusakan neuromuskulus.
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individu.
4.  Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) b.d kurangnya aktifitas
     (immobilisasi)
5.      Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang kondisi,  prognosa dan  tindakan pengobatan.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
         1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
Tujuan : nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi
Kriteria : -      Klien mengatakan tidak terasa nyeri.
-          lokasi nyeri minimal
-          keparahan nyeri berskala 0
                                    -     Indikator nyeri verbal dan noverbal  (tidak menyeringai)
               Intervensi :
1.      Kaji keluhan nyeri dan bantu klien untuk menentukan batas nyeri dengan skala 1-10.
     Rasional: pengetahuan terhadap skala nyeri untuk dapat melakukan tindakan   
                   sesuai dengan intensitas nyeri.
2.      Ajarkan tehnik untuk menurunkan ambang nyeri seperti mengajarkan metode relaksasi, mengatur pernapasan, dan menggunakan obat analgetika. Rasionalnya: tehnik relaksasi, dan mengatur pernapasan dapat menurunkan ambang rasa nyeri. Sedangkan obat dapat menghambat reseptor nyeri yang ada di otak
3.      Kaji tanda vital pasien.
Rasionalnya: perubahan tanda vital dapat digunakan sebagai indikator adanya perubahan intensitas nyeri.
4.      Batasi pergerakan klien.
Rasionalnya: untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada syaraf tulang belakang dan mengurangi nyeri
5.      Beri tempat tidur klien dengan alas yang keras (papan).
Rasionalnya: untuk menjaga posisi tulang punggung tidak berubah.
6.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetika
Rasional: menghambat reseptor nyeri yang ada di otak



    2.    Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan   
          neuromuskulus
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil : - Tidak terjadi kontraktur sendi
                                          - Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
  mobilitas
   Intervensi
1.      Ubah posisi klien tiap 2 jam.
Rasionalnya: untuk menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2.      Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit. Rasionalnya: gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3.      Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
Rasionalnya: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
4.      Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah perubahan posisi
Rasionalnya: memperlancar peredaran darah dan mencegah perlukaan
3.    Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) b.d kurangnya aktifitas (immobilisasi)
Tujuan: Klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil: - Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
                         menggunakan obat
                      -  Konsistensifses lunak
                                         - Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
                                         -  Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
 Intervensi :
1.      Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristik.
Rasional: bising usus menandakan usus berfungsi normal.
2.      Observasi distensi abdomen bila bising usus menurun atau tidak ada.
Rasional: peristaltik menghilang pada distensi abdomen atau meningkat bila terjadi   
                gangguan usus.
3.      Catat frekwensi, karakteristik dan banyaknya tinja.
Rasional : mengidentifikasi derajat gangguan dan tingkat perbaikan konstipasi.
4.      Anjurkan untuk makan tinggi serat, banyak minum dan makan buah-buahan.
Rasional: makanan tinggi serat menjadikan tinja lunak, banyak minum mengurangi penyerapan pada tinja
5.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian laksatif supositoria.
Rasional: merangsang peristaltik sehingga memudahkan pengeluaran tinja.

4.    Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Tujuan :  Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil : - Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
-   Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi
1.       Kaji tingkat cemas klien,  bagaimana klien memecahkan masalah dan koping apa yang digunakan.
 Rasional: mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan klien dalam memecahkan  
                 masalah.
2.      Berikan informasi akurat dan jawab setiap pertanyaan klien.
Rasional: memberi kesempatan klien untuk mengambil keputusan sesuai dengan pengetahuannya.
3.      Memberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional: hal tersebut dapat diberikan pada klien agar dapat mengungkapkan
              perasaannya untuk meningkatkan koping sesuai dengan
4.      Evaluasi status psikologis dan tanda vital.
Rasional: untuk menilai sejauh mana perkembangan dari intervensi yang diberikan.
           
5.        Kurangnya pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis
Tujuan: pengetahuan pasien bertambah tentang penyakitnya
kriteria hasil: - pasien mampu menyebutkan apa penyebab, cara perawatan   
                       dan pencegahannya
intervensi:
1.      Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan.
Rasional: agar pasien mengetahui penyakitnya, aktivitas apa yang bisa dilakukan dan sebaliknya.
2.       Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong.
Rasional: gerakan yang tepat meminimalkan masalah
3.      Anjurkan untuk menggunakan papan/matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar
dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
Rasional: posisi tulang punggung tidak berubah
4.      Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk,
kehilangan sensasi/kemampuan untuk berjalan.
Rasional: pasien mengenal tanda yang memerlukan evaluasi medik



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Buku ajar medical bedah. (Edisi 8) (vol.2). EGC:  Jakarta
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit . (ed.6).    (vol.2). Jakarta: EGC
Sudoyo. A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 (ed.4). Jakarta: FKUI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar